Breaking News

Blogger Template

Sabtu, 15 Juni 2013

"SERUAN KEPADA BANGSA-BANGSA SUMATERA KE-2"



Saya berterima kasih banyak atas sambutan hangat yang sudah Saudara-saudara berikan di seluruh Sumatera atas Seruan saya yang pertama, yang bernama "SUMATERA SIAPA PUNYA?" beberapa waktu yang lalu. Ini bermakna saya tidaklah "bertepuk sebelah tangan"! Hari ini saya ucapkan selamat datang kepada ANGKATAN RIAU MERDEKA, ANGKATAN JAMBI MERDEKA dan ANGKATAN MINANG MERDEKA kedalam barisan SUMATERA MERDEKA!

Hari ini saya datang untuk mengundang dan menjemput Saudara-saudara pulang ke Rumah Adat kita masing-masing, pusaka dari nenek-moyang, untuk menjadi Tuan lagi disana!

Sumatera adalah Pulau Emas yang sudah diberikan kepada kita oleh Tuhan! Darah kita, darah-ibu-bapa, dan darah nenek-moyang kita tertumpah disini waktu kelahiran dan waktu kematian dalam mempertahankannya dari serangan penjahat-penjahat asing dari seberang lautan yang ingin merampas Pulau Emas ini dari tangan kita: dahulu bangsa Belanda; sekarang bangsa Jawa.

Disinilah kuburan ibu-bapa, nenek-moyang, dan kawan-kawan kita yang setia - membuatnya menjadi Tanah Suci bagi kita - yang wajib kita pertahankan dengan segala tenaga dan jiwa sebagaimana telah mereka lakukan.

Jika Saudara-saudara mau harta dan kekayaan maka tidak ada tanah yang lebih kaya di dunia ini dari Tanah ibu kita. Belum lama berselang, semua kenderaan bermotor di seluruh dunia rodanya berputar atas getah perca Sumatera. Sekarang roda mesin ekonomi dan industri dunia digerakkan oleh gas dan minyak yang ada di Sumatera menjadi sumber NOMOR SATU di dunia.

Tetapi harta pusaka kita ini sedang disikat dan dirampok habis-habisan oleh bandit-bandit Jawa yang dipergunakan oleh bangsa-bangsa imperialis Barat, dari dahulu sampai sekarang, sebagai serdadu upahan mereka untuk menguasai sumber-sumber gas dan minyak tanah kita untuk dijual murah kepada mereka. Bandit-bandit Jawa ini menamakan diri sebagai "pemerintah" terhadap kita sedang bangsa-bangsa imperialis Barat memandang mereka hanya "sebagai gerombolan polisi untuk mencegah rakyat dari berontak" ("Seen as a police force that would stop the people from rebelling"sebagai ditulis oleh Brian May, dalam bukunya The Indonesian Tragedy (London, 1978).

Menurut perhitungan orang luar, dalam beberapa tahun akhir ini saja, bandit-bandit Jawa mendapat 23,000 juta Dollar Amerika dari pencurian gas Acheh yakni: sebanyak 1 juta meter kubik setiap hari, belum terhitung harga minyak tanah se-Sumatera yang dicuri 1½ juta baril setiap hari, tambah emas, perak, timah, dan lain seterusnya. (Handelsblad, Amsterdam, 6 November, 1993). Ditahun yang lalu saja 368,000 hectare tanah kayu-kayuan Sumatera ditanduskan oleh bandit-bandit Jawa dengan menjual kayu-kayunya keluar negeri (Far Eastern Economic review, 10 Mart, 1994).

Ini menunjukkan betapa gentingnya keadaan. Tidak ada lagi waktu yang dapat di buang-buang. Kita wajib bertindak sekarang untuk menyelamatkan apa yang dapat kita selamatkan dari harta pusaka kita. Sebenarnya kita sudah terlambat, tetapi belum terlambat sama sekali, kalau berbuat sekarang juga!

Kita bangsa-bangsa Sumatera terlalu lambat belajar, terlalu lambat berpikir, terlalu lambat bertindak yang akhirnya membawa kepada kehancuran kita sendiri, karena gagal mempergunakan kesempatan-kesempatan yang tiba. Semua yang lambat adalah bodoh; semua yang cepat itulah yang cerdik. Karena kita lambat ini, maka 17 kesempatan untuk merdeka sudah kita sia-siakan dan lepas dari tangan kita sejak Perang Dunia kedua:

Ketika Belanda dikalahkan oleh Jepang pada tahun 1942 dan Sumatera terlepas dari tangannya;
Ketika Jepang dikalahkan oleh Amerika Serikat ditahun 1945 dan Sumatera lepas lagi dari tangannya;
Ketika Acheh sudah merdeka de facto antara tahun-tahun 1945-1950, yang seharusnya sudah meminta jadi anggota PBB dengan syarat-syarat yang cukup 100% dan tidak ada sanggahan dari pihak manapun jua; Belanda sudah resmi tidak berani kembali lagi, sedang bandit-bandit Jawa di Jakarta masih belum dapat berdiri sendiri, mereka tegak berkat bantuan uang dan senjata dari Acheh; bendera 'merah-putih' hanya berkibar di Acheh; seluruh pulau Jawa dan 'indonesia' mereka sudah duduki kembali oleh Belanda;
Ketika Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia-Jawa pada 27 Desember, 1949, seharusnya Sumatera sudah dikembalikan kepada kita tetapi kita gagal menuntutnya karena kita didalangi oleh quisling-quisling sebagai "pemimpin";
Ketika Maluku Selatan menyatakan kemerdekaan dari Indonesia-Jawa pada 25 April, 1950;
Ketika gerakan DI terjadi di Jawa antara tahun-tahun 1951 - 1956;
Ketika Malaysia mendapat kemerdekaan dari Inggeris pada 31 Agustus, 1957;
Ketika terjadi Gerakan PDRI melawan Sukarno ditahun-tahun 1958-1960; Saya menganjurkan untuk menyatakan Sumatera Merdeka pada waktu itu tetapi ditentang oleh quisling-quisling Sumatera yang jiwa mereka sudah diperbudakkan oleh bandit-bandit Jawa;
Ketika Indonesia-Jawa menyerang Papua Barat pada tahun 1959;
Ketika terjadi 'Konfrontasi' antara Indonesia-Jawa dengan Malaysia di tahun-tahun 1961-1965;
Ketika Singapura merdeka dari Malaysia pada 9 Augustus, 1965;
Ketika terjadi perebutan kuasa antara PKI dengan golongan serdadu-serdadu upahan yang didalangi Suharto pada tahun 1965;
Ketika Indonesia-Jawa menyerang Timor Timur pada bulan Desember, 1975;
Ketika Angkatan Acheh-Sumatera Merdeka menyatakan kemerdekaan Acheh dari Indonesia-Jawa pada 4 Desember, 1976;
Ketika bangsa-bangsa Baltik, Estonia, Latvia, dan Lituania menyatakan kemerdekaan dari Uni Soviet pada tahun 1991;
Ketika bangsa-bangsa dibawah penjajahan Uni Soviet, dari Eropa Timur sampai ke Asia Tengah - dari Ukraina sampai ke Tadjikistan - menyatakan kemerdekaan mereka di tahun 1992;
Ketika Yugoslavia - semacam 'indonesia' di benua Eropa - hancur lebur pada tahun 1992 karena bangsa-bangsa yang dijajahnya selama ini: Bosnia, Croatia, Slovenia, Macedonia memerdekakan diri dari penjajahan bangsa Serbia yang menjajah mereka atas nama 'Yugoslavia' sebagai bangsa Jawa menjajah kita atas nama 'Indonesia'.

Semua kejadian-kejadian politik yang diatas merupakan riak gelombang Sejarah yang mempunyai pengaruh atas pendapat umum di dunia, yang akhirnya turut menetukan nasib sesuatu bangsa: merdeka atau dijajah. Atas semua itu bangsa-bangsa Sumatera telah tidak menghiraukan dan ketiduran dalam arti politik. Bangunlah! Kesempatan-kesempatan itu masih akan datang lagi!

Kita sudah terlalu lama membiarkan bandit-bandit Jawa memisahkan kita dari perkembangan politik dan budaya dunia, sehingga kita seakan-akan hidup atas planet yang lain, terpisah jauh dari perkembangan politik dan budaya dunia ini. Hukum Internasional seakan-akan tidak berlaku disini, dan hak setiap bangsa untuk merdeka seakan-akan tidak ada. Kita bukan saja sudah dipisahkan dari masyarakat dunia internasional oleh bandit-bandit Jawa itu, tetapi kita telah dapat dipisahkan pula dari satu sama lain! Hal ini tidak boleh kita biarkan berlaku walaupun satu hari lagi!

Dibagian dunia yang lain, yang sama luasnya dengan Indonesia seperti Amerika Tengah dan Kepulauan Caribian, terdapat 31 buah negara-negara merdeka yaitu: Mexico, Cuba, Haiti, Dominican Republic, Jamaica, Puerto Rico, Anguilla, Saint Kit-Nevis, Antigua, Monserrat, Guadalupe, Dominica, Martinique, Saint Lucia, Saint Vincent, Barbados, Grenada, Trinidad & Tobago, Surinam, Guyana, Venezuela, Colombia, Ecuador, Panama, Costa Rica, Nicaragua, Honduras, El Salvador, Belize, Bahamas dan Virgin Islands. Tiga puluh satu negara merdeka dan berdaulat dalam satu wilayah yang lebih kecil dari Indonesia-jawa!

Diseluruh dunia ini hanya masih ada satu negara penjajahan yang masih belum dibubarkan dan masih diteruskan. Negara penjajahan ini didirikan dengan membunuh nenek-moyang kita dan masih diteruskan oleh turunan upahan itu dengan membunuh saudara-saudara kita. Tanah jajahan Belanda tidak pernah dibubarkan dan tidak pernah dimerdekakan. Hanya namanya saja yang diganti, dari 'Nederlandsch Indie' menjadi 'Indonesia' dan sipenjajah Belanda diganti dengan sipenjajah Jawa, yang menjadi kaki-tangan Belanda dari dahulu sampai sekarang.

Tahukah Saudara-saudara bagaimana maka Belanda dapat melakukan penjajahannya atas negeri kita? Belanda hanya membawa 10% tentaranya dari negeri Belanda ke Sumatera, sedang yang 90% lagi terdiri dari bangsa-bangsa Jawa, Sunda, Madura, Ambon dan Menado. Bangsa-bangsa serdadu upahan ini, yang mencari makan sebagai pembunuh kita dan mereka digaji oleh Belanda, yang akhirnya menamakan diri mereka "bangsa Indonesia", sesudah Belanda pergi, untuk dapat meneruskan negara penjajahannya yang berpura-pura sebagai negara dari satu 'bangsa merdeka'.

Ketika kita bangsa-bangsa Sumatera bersedia membuang nama baik bangsa-bangsa kita sendiri, yang bersejarah, beradat, dan beradab itu, yang kita terima dari nenek-moyang yang penuh kemuliaan, yang tidak pernah mengizinkan kita untuk hidup sebagai serdadu pembunuh upahan, untuk terjun dalam kancah pergaulan dibawah serdadu-serdadu upahan, pembunuh nenek-moyang kita sendiri, dalam satu 'mercenary society' alias 'Indonesia' itu, maka kita sudah menuju kehancuran dan kebinasaan. Sebab kita sudah mendurhakai segala yang mulia yang kita terima dalam darah kita!
Bagaimanakah kita dapat mengharapkan hidup dengan ketinggian moral dan akhlak dibawah 'pimpinan' serdadu-serdadu upahan dan pembunuh-pembunuh makan gaji? Bagaimana kita bisa mengharapkan keadilan dengan pimpinan mereka yang hidup dari perkosaan dan perampokan? Bagaimana kita bisa mangharapkan kejujuran dari bangsa-bangsa serdadu upahan yang hidup mereka, dari nenek-moyang mereka, berdasarkan atas ketiadaan rasa-keadilan dan korupsi? Dengan menamakan diri, dengan nama palsu "Indonesia", kita bangsa-bangsa Sumatera sudah menghina diri-sendiri dan nenek-moyang kita, yang berakibat kehilangan kehormatan, kehilangan negeri, kehilangan kekayaan dan kehilangan nyawa.
Sekarang penyakit dan kejahatan bangsa-bangsa serdadu upahan itu sudah menular kepada bangsa-bangsa Sumatera sehingga sudah banyak bangsa-bangsa Sumatera yang dengan tidak malu-malu lagi telah terjun kedalam kancah kehidupan serdadu-serdadu upahan Jawa, untuk membunuh bangsa-bangsa mereka sendiri di Sumatera atas perintah bandit-bandit Jawa dan konco-konco mereka yang sudah saya sebut tadi. Hal ini yang tak pernah dapat dilakukan oleh Belanda dahulu, tetapi sudah berhasil dilakukan oleh bandit-bandit Jawa sekarang. Satu bukti bahwa moral dan akhlak bangsa-bangsa Sumatera pun sudah mulai merosot. Ribuan pemuda-pemuda Sumatera konon sudah menjadi serdadu upahan Jawa untuk membunuh sesama Sumatera sendiri. Kita sudah melihat pasukan-pasukan Batak, Minang, Mandailing dikirim untuk membunuh bangsa Acheh Merdeka; dan pasukan Acheh dikirim untuk 'mengamankan' wilayah-wilayah Sumatera yang lain, dengan maksud mengadu-domba kita sesama kita, agar persatuan bangsa-bangsa Sumatera tidak dapat terjalin lagi sehingga bangsa-bangsa Sumatera tidak bersatu untuk melawan sipenjajahnya, Jawa.

Bagaimanakah budaya atau culture dari bangsa serdadu upahan tersebut yang sudah berhasil dimasukkan kedalam otak tiap-tiap bangsa di Sumatera?

Lewat apa yang mereka namakan "pendidikan" atau "sekolah-sekolah" Indonesia-Jawa, yang sebenarnya bukanlah pendidikan tetapi hanya "brain-washing" alias pembodohan, dan pemalsuan segala ilmu di dunia untuk membuat orang-orang kita percaya kepada propaganda bandit-bandit Jawa.

Dalam sekolah-sekolah 'Indonesia', tinggi maupun rendah, tidak boleh diajarkan ilmu-ilmu yang sesungguhnya, sebab semua ilmu akan membawa kepada kebenaran; dan tiap-tiap yang membawa kepada kebenaran akan berbahaya kepada 'pemerintah' bandit-bandit Jawa, sebab akan membuka mata bangsa-bangsa yang sudah mereka tipu dan jajah. Yang bisa dijajah mereka hanyalah bangsa-bangsa yang diperbodohnya.

Sekolah-sekolah 'Indonesia' tidak boleh mengajar Ilmu Bumi (geography) yang sesungguhnya, sebab itu akan memperlihatkan ketiadaan alasan dari konsep bodoh 'geography Indonesia' itu sendiri.

Sekolah-sekolah 'Indonesia' tidak boleh mengajar Sejarah yang sebenarnya (history), sebab itu akan memperlihatkan kebohongan 'sejarah Indonesia' yang mereka karang selama ini.

Sekolah-sekolah 'Indonesia' tidak boleh mengajar Ilmu Hukum yang sesungguhnya, sebab itu akan memperlihatkan bahwa 'Indonesia-Jawa' bukanlah negara yang berdasarkan hukum.

Sekolah-sekolah 'Indonesia' tidak boleh mengajar Ilmu Hukum Internasional, sebab itu akan memperlihatkan bahwa 'Indonesia-Jawa' tidak mempunyai hak legal untuk memerintah wilayah-wilayah luar Jawa, yang dijajahnya sekarang dengan kekerasan senjata.

Sekolah-sekolah 'Indonesia' tidak bisa mengajar Ilmu Politik (political science), sebab itu akan mengajar bangsa-bangsa yang mereka jajah bagaimana menyusun pemerintah yang baik dan bagaimana mendirikan negara demokrasi. Dan kalau bangsa-bangsa Kepulauan Melayu tahu ini maka "Indonesia-Jawa" tidak bisa berdiri lagi.

Sekolah-sekolah 'Indonesia' tidak bisa mengajar anthropology atau sociology, sebab itu akan memperlihatkan kebohongan besar mereka, yang telah mengada-ngadakan bangsa pura-pura "indonesia" dan menamakan bangsa-bangsa yang mereka jajah sebagai "suku bangsa" mereka.

Ambillah misalnya masalah demokrasi. Bandit-bandit Jawa sudah mempermain-mainkan kita dengan kata-kata 'demokrasi' itu, sudah lebih setengah abad lamanya untuk dapat meneruskan penjajahan mereka atas kita. Demokrasi bermakna pemerintahan dengan persetujuan dari mereka yang diperintahi. Kita bangsa-bangsa Sumatera tidak pernah memberikan persetujuan kepada bandit-bandit Jawa yang kita kenalpun tidak, untuk memerintah kita. Dan pemerintahan demokrasi untuk Sumatera wajib berpusat atas bumi Sumatera sendiri dan sekali-kali tidak boleh berpusat di seberang lautan! Apalagi di bawah tangan bandit-bandit Jawa dan serdadu-serdadu upahan mereka, termasuk quisling-quisling dari Sumatera!
Apa yang bandit-bandit Jawa ajarkan kepada kita hanyalah kebodohan. Tujuan "pendidikan" atau "sekolah-sekolah" 'Indonesia-Jawa' ialah melakukan "cultural conditioning" terhadap bangsa-bangsa kita: membuat bangsa-bangsa kita menerima perintah dari mereka; berpikiran kecil dan dangkal; tidak tahu kedudukan kita di atas bumi ini; tidak tahu bagaimana membuat hubungan dengan Dunia Internasional; penuh ketakutan dan hilang keberanian untuk melawan dan menghukum mereka.

Pahamkan kenyataan dan kebenaran sejarah ini: "Indonesia" adalah satu merek dari bangsa-bangsa serdadu upahan Belanda, bangsa tukang pukul dan tukang bunuh sebagai sumber kehidupan atau pencaharian mereka. Bangsa-bangsa begini adalah bangsa-bangsa tidak bermoral dan tidak berakhlak. Karena ada merekalah maka penjajahan Belanda telah berhasil dilakukan atas Kepulauan Melayu ini. Kita bangsa-bangsa Sumatera yang bermoral dan berakhlak, tidak mempunyai hubungan tanah, budaya, sejarah, dan bahasa dengan mereka. Mereka malah telah mencuri bahasa kita untuk dapat menipu bangsa-bangsa lain di Kepulauan Melayu, sebab bangsa-bangsa di Kepulauan Melayu tidak ada yang mengerti bahasa Jawa atau Madura. Mereka telah merampok kekayaan kita dan menjualnya ke seluruh dunia, dengan keuntungannya diambil oleh mereka dan dibawa pulang ke pulau Jawa.
Inilah yang mereka propagandakan sebagai "PEMBANGUNAN". Hanya bangsa-bangsa Sumatera yang sudah dihinggapi penyakit urat-saraf saja yang dapat percaya kepada pendustaan-pendustaan bandit-bandit Jawa ini.

Maka adalah satu penghinaan kepada nenek-moyang kita; kepada diri kita sendiri, malah penghinaan terhadap keturunan kita dimana mendatang, karena menamakan diri kita sebagai "bangsa indonesia", bangsa yang sekarang sudah masyhur di seluruh dunia sebagai bangsa penjahat dan pembunuh yang kejam serta tidak bermoral.

Seorang pengarang Amerika yang mengenal Indonesia, Bill Dalton, telah menulis dalam bukunya, Indonesia Handbook (1977) bahwa "most Indonesians have split personalities" artinya: bagian yang besar sekali dari orang-orang Indonesia itu mempunyai penyakit urat-saraf, setengah gila, tidak yakin kepada diri mereka sendiri, berkepribadian yang retak, yang penuh pertentangan dalam jiwa mereka, tidak mempunyai karakter, yang dalam istilah ilmu jiwa (psychology) disebut penyakit jiwa Schizophrenia. Ini adalah kenyataan-kenyataan yang kitapun dapat melihatnya.

Mengapakah hal yang luar biasa ini telah terjadi?

Inilah akibat yang langsung dari "pendidikan" Jawa terhadap bangsa-bangsa yang mereka jajah selama hampir setengah abad ini.

Ada tiga hari yang paling menentukan dalam kehidupan anak bangsa-bangsa di bawah penjajahan bandit-bandit Jawa: selain hari lahir dan hari mati, hari yang lebih mewarnai seluruh kehidupan mereka itu ialah hari mereka dibawa masuk ke "sekolah" Indonesia-Jawa untuk menerima "pendidikan" Jawa.

Pada hari lahirnya, setiap anak bangsa-bangsa Sumatera masing-masing disambut dengan upacara budaya dan agama yang amat berkesan yang memberikan cap keaslian dan kebenaran keperibadiannya (identity-nya) sebagai manusia yang berharga dalam pengakuan ibu-bapanya dan masyarakat bangsa dan negerinya dengan tiada keraguan sedikitpun jua.

Semua kepastian ini hilang lenyap dan diganti dengan keragu-raguan dalam segala-galanya dihari pertama anak bangsa-bangsa Sumatera dihantar masuk "sekolah" Indonesia-Jawa, untuk menerima "pendidikan". Hari masuk "sekolah Indonesia" itulah, hari yang na'as sekali bagi kanak-kanak bangsa Sumatera, dimana segala pengalaman, pelajaran dan kebudayaan yang sudah diperoleh selama masa tumbuh yang indah itu dihacur-leburkan, ditiadakan, dan dikikis habis. Apa yang sudah mereka tahu sebagai kebenaran dari ibu-bapa dan nenek mereka di rumah, mulai dikatakan oleh sang guru sebagai tidak benar lagi: mereka dikatakan bukan lagi bangsa Acheh, atau Melayu, atau Minang, Batak, Lampung, dan lain seterusnya, tetapi sudah menjadi bangsa entah-berentah: "indonesia", yang tidak berketentuan asal-usulnya; semua nilai-nilai sosial yang sudah mereka pahami selama ini menjadi tidak berharga lagi; dari sekarang semua hal harus mendapat pengesahan dari pulau Jawa; gambar-gambar kepala bandit-bandit Jawa, Suharto, Sutrisno, Wiranto, dan lain-lain mendapat tempat yang paling terhomat sekali di dinding sekolah, suatu isyarah kepada anak-anak Sumatera bahwa bandit-bandit Jawa itulah orang-orang yang besar di dunia, yang harus menjadi teladan bagi mereka; mereka dipaksa menyanyi lagu "indonesia raya" yang setiap kata-katanya adalah mutlak pembohongan dan kedustaan. Inlay yang disebut orang "cultural conditioning" - pemakaian culture sebagai alat pengendalian tingkah laku manusia, supaya bangsa-bangsa terjajah menjadi kebiasaan untuk menerima pertuanan bangsa Jawa. Mulai hari pertama masuk sekolah Jawa, telah dikurangi penghormatan anak-anak kita kepada ibu-bapa mereka sendiri, kepada bangsa mereka sendiri, dan kepada bahasa dan culture mereka sendiri.

Penipuan besar-besaran ini, walaupun tidak dapat dibantah oleh anak-anak kita, tetapi mereka masih merasakannya dalam hati kecil mereka, dari kecintaan dan kesayangan mereka kepada ibu-bapa. Apa yang sudah mereka hisap dengan jiwa, perasaan, saraf, dan pikiran mereka selama mereka dibesarkan dan di buai, tidaklah dapat dikikis habis dengan serta-merta oleh sipenjajah Jawa dan kaki tangan mereka.

Keadaan inilah yang menimbulkan pertentangan batin, yang biasanya kekal seumur hidup, yang tanda-tandanya ialah keragu-raguan, ketidak-tentuan, ketakutan, kehilangan character, yang akhirnya menyebabkan penyakit jiwa tercencang alias 'split personality' atau schizophrenia, yang meluas sekali dikalangan orang "indonesia", yang membuat mereka menjadi sasaran yang lembut dari penjajahan bandit-bandit Jawa.

Untuk mengatasi bandit-bandit Jawa ini, kita perlu memiliki kesadaran yang membara dan keyakinan yang membaja atas kebenaran kita, atas hak kita, akan harga diri dan kemuliaan bangsa-bangsa kita. Dan kesetiaan kepada satu sama lain se Sumatera dalam menghadapi musuh kita bersama: bangsa penjajah Jawa. "Indonesia" hanyalah topeng mereka. "Kuda Trojan" yang mereka tunggang sebagai penipuan untuk dapat masuk ke tanah dan rumah kita.

Waktu untuk bertindak mengusir bandit-bandit Jawa dari Tanah dan Rumah kita ialah sekarang. Menundanya ke hari esok bermakna mengelak membuat Sejarah dan membebankan tanggung-jawab kita kepada anak keturunan yang masih lemah.

HIDUP ACHEH-SUMATERA MERDEKA
23 April, 1994.


Tengku Hasan M. di Tiro
Wali Negara Acheh-Sumatera Merdeka
Ketua Badan Persiapan Konfederasi Sumatera Merdeka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By