Breaking News

Blogger Template

Sabtu, 31 Januari 2015

TUN SRI LANANG




       Tun srilanang dibawa ke Aceh pada tahun 1613, pada saat memuncaknya perang Aceh melawan Portugis yang dimulai pada tahun 1511 sampai dengan tahun 1614 M, baikdi Sumatra maupun di semenanjung tanah Melayu. Portugis yang datang pertama kali ke India. Tidak sampai tahun pada 1511 dia berhasil menaklukkan kerajaan Islam Malaka. Dari malaka D’Albuerque mengirm duta-duta ke Siam dan Burma, Duarte Fernandez, yang pergi ke Siam, adalah orang Eropa pertama yang mengunjungi Ayuthia, dari Malaka juga D’Albuerque mengirim ekspedisi ke Maluku.
       Ramai para pembesar kerajaan yang menyelamatkan diri ke Kerajaan lainnya, seperti Pahang, Pidie, Aru (Pulau kampai), Perlak, Daya, Pattani, Pasai, dan Aceh. Portugis berusaha menaklukkan negeri Islam yang kecil-kecil dan tanpa perlawanan yang berarti. Setelah tiga tahun dari kejatuhan Malaka maka angkatan perag Portugis beberapa kali melanggar Aceh untuk menghancurkannya, akan tetapi angkatan laut Aceh telang berjaya menantang dan menjatuhkan kerugiang yang besar ke atas angkatan laut Portugis itu, dan orang-orang portugis tahu bahwa untuk menglahkan Aceh bukanlah suatu perkara yang mudah, dan mereka itua dalah bagian yang sangat perkasa, dan mempertahankan tanah air mereka dengan cukupkuat dan hebat sehingga memaksa tentara Portugis mengadakan kepungan ekonomi terhadap rakyat Aceh.
       Di Aceh sendiri, secara kronologis ada lima kerajaan Islam, mulai dari Kerajaan Pereulak, Benua Tamiang, Kerajaan Islam Samudra Pasai, Kerajaan Islam lamuri, dan Kerajaan Islam Aceh. Dari kerajaan terseput pula yang melahirkan peradaban Aceh yang cukup berpengaruh dalam Asia Tenggara bahkan dunia sekalipun. Hasil-hasil yang telah dicapai memang cukup banyak seperti dalam ilmu pengetahuan, politik, agama, budaya, gender dan maritim. Namun kerajaan yang peling terkenal adalah Kerajaan Islam Aceh. Terutama saat dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda. Kerajaan ini diasaskan oleh Sultan AlimughayatSyah (1511-1530). Melalui usaha yang gigih beliau telah mencamtumkan Aceh Besar dengan Daya, sebuah kerajaan dikawasan Aceh Barat, pada tahun 1520 M. Ini diikuti pula dengan penaklukkan ke atas Kerajaan Pidie (Pedir) pada tahun 1521 dan Pasai serta Arupad 1524. Sejak tertakluknya daerah-daerah ini maka terbentuklah sebuah Kerajaan merdeka lagi berdaulat yang dikenal dengan Kerajaan Aceh Darussalam.
       Hal diatas diawali oleh peristiwa Pasai dimana terjadi sengketa tentang siapa yang berhak menjadi pewaris kerajaan Pasai, Sultan Zainal Abidin di tumbangkan oleh saudaranya Ahmad yang mengaku lebih berhak menjadi Raja Pasai (1519 M). Zainal Abidin atas bantuan Sultan Mahmud (Sultan Malak yang sudah pindah ke Bintan) dapat menurun adiknya dari singgasana kerajaan Pasai dalam situasi tersebut, Portugis mengambil kesempatan bersedia membantu Sultan Ahmad asal diberi hak untuk mendirikan kantor dagang Portugis dengan dilindungi oleh tentara sendiri di pasai, dan Sultan Ahmad pun menjadi Sultan Kerajaan pasai.
       Perkembangan ini sangat menggundahkan Sultan Alaidin Mughayat Syah (1514-1530 M). Sultan berkeinginan untuk membebaskan Negeri Islam di Sumatera dan semenanjung tanah Melayu dari cengkeraman Portugis.keinginan Sultan ini di sokong penuh oleh pembesar negeri Aceh dan pencari suaka dari Malaka yang menetap di Banda Aceh. Sultan mengisyaratkan Kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1521 M, dengan visi utamanya menyatukan negeri kecil seperti Pedir, Daya, Pasai, Tamiang, Perlak dan Aru.
       TUN SRI LANANG DI ACEH
       Disinilah mulai sejarah Melayu harusnya dikaji guna melihat peranan seorang tokoh ternamayaitu Tun Seri Lanang. Tokoh ini memang masih menyinpan misteri peranan Tun Seri lanang di Aceh memang tidak banyak di kaji oleh para peneliti sejarah.
       Perseteruan kerajaan Aceh dengan Portugis terus berlangsung sampai tahun 1641 M. Akibatnya banyak anak negeri yang syahid baik itu di penduduk Aceh sendiri, Aru, Bintan, Kedah, Johor, Pahang, dan Trenggano. Populasi penduduk Aceh menurun drastis. Sultan Iskandar Muda mengambil kebijakan baru dengan mengalakkan penduduk di daerah takluknya untuk berimigrasi ke Aceh inti, misalnya dari Sumatera Barat, Kedah, Pahang, Johor, Malaka, Perak, dan Deli. W Linehan, mengatakan “the whole territory of Acheh was almost depopulated by war. The king endeavoured repeople the country by his conquests. Having revaged the kingdooms of Johore, Pahang, Kedah, Perak, and Deli, he transported the inhabitants from those place to Acheh to the number of twenty-two thousand person”. (W.LINEHAN, Ahistory of Pahang, hlm 36).Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636).

 Makam Tun Sri Lanang

       Pada tahun 1913 M Iskandar Muda menghancurkan Batu Sawar, Johor seluruh penduduknya sultan Alaudin Raiayatshah III, Adiknya Raja Abdullah, Raja Raden dan pembesar-pembesar negeri Johor-Pahang seperti Raja Husein (Iskandar Thani), Putri Kamaliah (Protroe Phang), dan Bendaharanya (Perdana Menteri) Tun Muhammad, lebih dikenal dengan nama samarannya “Tun Sri Lanang” dipindahkan ke Aceh dan dijadikan raja pertama samalanga (1615-1659).

Sumber : Abdullah M. Adli, Membedah Sejarah Aceh, Banda Aceh, Bandar Publishing, 2011.
Read more ...

Kamis, 01 Januari 2015

Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda



          Masa Sultan Iskandar Muda merupakan masa kebanggaan dan kemegahan Aceh,tidak hanya dalam pengaruh dan kekuasaan tapi juga dibidang penertiban pemerintahan, terutama dalam ,bidang perdagangan, kedudukan rakyat sesama rakyat (sipil), kedudukan rakyat terhadap pemerintah, kedudukan sesama anggota pemerintah, dan sebagainya. Dalam soal ilmu pengetahuan atau kecerdasan, terutama dibidang agama, dibanding masa lampau, masa Sultan Iskandar Muda dapat dikatakan sebagai suatu masa kesadaran.

          Sultan Iskandar Muda mempunyai perhatian yang sangat besar  terhadap pembangunan mesjid atau rumah ibadah, pesantren,dan sebagainya. Mesjid yang besar dan indah telah dibangun oleh Sultan Iskandar Muda di Banda Aceh Darussalam, yaitu Mesjid Raya Baiturrahman dan itu pernah dibakar.

          Pada masa Sultan Iskandar Muda telah mengadakan perundang-undangan yang terkenal dengan sebutan Adat Makuta Alam yang disandar dan dijadikan dasar pemerintahan yang mendatang, seperti masa puterinya,Taj al-‘Alam Tsafiatuddin, dan raja-raja berikutnya. Bebarap peraturan disempurnakan. Penertiban hukum yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda memperluas kemasyurannya sampai ke India, Arab, Turkey, Mesir, Belanda, Inggris, Portugis, Spanyol, dan Tiongkok. Banyak negeri tetangga yang mengambil perturan-peraturan hukum di Aceh untuk rujukan, terutama karena peraturan itu berunsur kepribadian yang dijiwai sepenuhnya oleh hukum-hukum agama, jadinya adat Makuta Alam adalah adat bersendi syara’.

          Sebuah kerajaan yang jaya dimasa lampau di Kalimantan, yaitu Brunai Darussalam, ketika diperintah oleh Sultan Hasan, seorang yang keras dan pemeluk setia agama Islam, dengan bertetur terang mengatakan telah  mengambil pedoman-pedoman untuk peraturan negerinya dari undang-undang Makuta Alam Aceh. Ini suatu bukti reputasi tinggi negeri Aceh yang sudah dimaklumi orang masa itu. Di bidang ilmu pengetahuan agama (teologi), khususnya Islam, masa Iskandar Muda  semakin terkenal. Apa yang diceritakan dan meluas terdengar tentang keajaiban di India, Persia, dan Turki, mengenai kebesaran Sultan-sultannya, tidaklah ganjil dijaman Sultan Iskandar Muda. Bekas-bekas iti kini masih didapati menerbitkan kekaguman. Yang terkesan diantaranya adalah yang disebut Pinto Khop dan Gunongan. Bekas-bekas itu kini tidak terlihat begitu berarti namun bangunan itu adalah sisa dari banyak sudah hilang. Sejumlah pakar yang telah menumpahkan perhatiannya kepada bangunan ini, terutama disekitar bangunan tersebut sudah pernah dibangun suatu taman indah, menghargai kesanggupan pembangunannya pada zaman itu. Umpamanya, Snouck Hurgronjoe mengatakan hikayat-hikayat penduduk menyebut-nyebut seorang Sultan Beristerikan puteri dari kerajaan di pegunungan dan pedalaman. Isteri tersebu sultan, tapi sang isteri terlalu merindukan ayahnya dan hendak pulang ke negerinya. Untuk menghilangkan kerinduan tersebut sultan membuat gunung tiruan untuk tempat isterinya menghibur diri.

Sumber : Said. Muhamma, Aceh Sepanjang Abad I, Harian Waspada, Medan, 2012,



Read more ...
Designed By