Oleh: Tengku Hasan M. Di Tiro, LL. D.
President ACEH SUMATRA NATIONAL LIBERATION FRONT (ASNLF)
PENERANGAN NEGARA ACHEH-SUMATRA
1. Hukum Internasional tentang hak bangsa-bangsa
yang terjajah untuk penentuan nasib mereka sendiri sudah diterangkan dengan
setegas-tegasnya dalam Putusan (Resolusi) 1514 (XV) dalam sidang Umum
Perserikatan Bangsa Bangsa PBB, pada tanggal 14 Desember, 1960, dengan nama:
“Pernyataan Mengenai Kewajiban Pemberian Kemerdekaan Kepada Negeri-Negeri dan
Bangsa-Bangsa terjajah”(Decleration surl’octroi de l’indépenden aux pays et
peuple coloniaux).
Kedudukan hukum dari resolusi ini sudah diresmikan
lagi oleh Mahkamah Internasional (International Court of Justice) dalam
keputusannya tanggal 21 Juni 1971, yang mengatakan bahwa: “ Dasar hak penentuan
nasib diri-sendiri untuk segala bangsa yang terjajah dan cara-cara untuk
mengakhiri dengan secepatcepatnya segala macam bentuk penjajahan, sudah
ditegaskan dalam Resolusi 1514 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB”.
(“Le principle d’autodétermination en tant que
droit des peuples et son application en vue de mettre fin rapidement les
situation coloniales sont enonceés dans la résolution 1514” – Court
Internartional de Justice. Recueil, 1975. P. 31)
2. Artikel 5, dari Resolusi 1514 (XV) itu
memerintahkan:
“Untuk menyerahkan segala kekuasaan kepada bangsa
penduduk asli dari wilayahwilayah jajahan itu, dengan tidak bersyarat
apa-apapun, menuruti kemauan dan kehendak mereka itu sendiri yang dinyatakan
dengan bebas, dengan tiada memandang perbedaan bangsa, agama atau warna kulit
mareka, supaya mareka dapat menikmati kemerdekaan dan kebebasan yang sempurna.”
(“Pour transférer tous pouvoirs aux peuples de ces
territoires, sans aucune condition, ni réserve, conformément à leur voeux
librement exprimés, sans aucune distinction de race, de croyance, ou de couleur
afin de leur permettre de jouir d’une indépendence et d’une liberté
complètes.”)
Hal ini tidak pernah dijalankan oleh penjajah
Belanda di negeri-negeri kita: Acheh-Sumatra tidak dikembalikan kepada bangsa
Acheh, Republik Maluku Selatan tidak dikembalikan kepada bangsa Maluku Selatan,
Papua tidak dikembalikan kepada bangsa Papua, Kalimantan tidak tidak
dikembalikan kepada Bangsa Kalimantan, Pasundan tidak dikembalikan kepada
Bangsa Sunda, dan lain-lain sebagainya; semua negeri ini tidak diserahkan
kembali kepada bangsa-bangsa penduduk aslinya masing-masing--sebagaimana yang
telah diperintahkan oleh Hukum Internasional dan sebagaimana yang sudah
dijalankan di tempat-tempat lain di seluruh dunia--tetapi telah diserahkan
bulat-bulat ketangan neo-kolonialisme Jawa dengan bertopengkan nama pura-pura
“Indonesia” untuk mencoba menutup-nutupi kolonialisme Jawa.
3. Resolusi 2625 (XXV) Perserikatan Bangsa-Bangsa
PBB, pada tanggal 24 Oktober 1970, menguatkan lagi Keputusan keputusan
terdahulu mengenai hak merdeka dan hak penentuan nasib diri-sendiri untuk
bangsa-bangsa yang terjajah, dengan:
A. Mewajibkan segala negara untuk membantu
mengakhiri semua penjajahan dan membantu PBB dalam urusan ini.
B. Melarang semua negara memakai kekerasan untuk
menghalangi bangsa-bangsa yang terjajah untuk mencapai kemerdekaan dan
menentukan nasib diri mereka sendiri.
C. Memberi hak kepada segala bangsa yang terjajah untuk
melawan segala macam bentuk kekerasan yang dipergunakan untuk
menghalang-halangi hak mereka untuk menentukan nasib diri-sendiri dan merdeka,
serta hak mereka untuk mendapat bantuan dunia dalam perjuangan ini.
(“Tout Etat a le devoir de s’abtenir de recourir à
toute mesure de coercition qui priverait les peuples mentionnés ci-dessus dans
la formulation du présent principe de leur droit à disposer d’eux-mêmes, de
leur liberté et de leur indépendence. Lorsqu’ils réagissent à une tellemesure
de coercition dans l’exercise de luer droit à disposer d’eux-mêmes, ces peuples
sont en droit de chercher et de recevoir un appui conforme aux buts et
principes de la charte de Nations Unies.”)
4. Resolusi itu juga menentukan yang bahwa semua
wilayah tanah jajahan, jadi Acheh-Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, Republik
Maluku Selatan, Papua, Timor, Bali, Pasundan, Jawa, dls. - Semuanya mempunyai
kedudukan hukum yang terpisah dari satu sama lainnya. Dan dari negara
penjajahannya sendiri (Belanda/Portugis), dan juga mempunyai kedudukan yang
terpisahkan dari tempat kedudukan pemerintah penjajahan itu sendiri, jadi
walaupun Belanda “memusatkan” pemerintah kolonialnya di Jawa, perbedaan dan
perpisahan status hukum, antara jawa dengan pulau-pulau “ seberang lautan” itu
tetap kekal dan abadi, dan tetap dijamin kekalnya oleh Piagam PBB, selama
bangsa-bangsa asli, penduduk wilayah-wilayah itu dan pulau-pulau itu belum
mendapat kesempatan untuk menjalankan hak penentuan nasib diri-sendiri mereka
menurut aturan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
(“Le territoire d’une colonie ou un autre
territoire non autonome possède, en vertu de la Charte, un statut séparé et
distinct de celui du territoire de l’Etat qui l’administre; ce statut séparé et
distinct en vertu de la Charte existe aussi longtemps que le peuple de la
colonie ou du territoire non autonome n’exerce pas son droit à disposer de
lui-même conformément à la Charte des Nations-Unies et, plus particulièrement,
à ses buts et principes.”)
Hukum Ini juga memberi kewajiban kepada
negara-negara ketiga yang tidak langsung terlibat dalam penjajahan, untuk
menjalankan tugas mereka sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk
membantu perjuangan kemerdekaan yang dipertanggungjawabkan atas mereka oleh
Piagam PBB dan Resolusi-Resolusi yang bersangkutan dengan penghapusan
penjajahan dan segala rupa bentuk jelmaannya.
5. Mahkamah Internasional dalam pemandangan
Kehakimannya yang dikeluarkan pada tanggal 16 Oktober, 1975, telah menyatakan
ada tiga jalan, yang menurut hukum, bagi negeri-negeri atau wilayah-wilayah
yang masih terjajah untuk menjalankan hak penentuaan nasib diri-sendiri mereka,
yaitu;
A. Menjadi sebuah negara merdeka dan berdaulat;
B. Dengan bebas memilih untuk berserikat dengan
sesuatu negara lain yang sudah merdeka;
C. Dengan bebas memilih untuk memasukkan dirinya
kedalam salah satu negara lain yang sudah merdeka;
(“Pour un territoire non autonome d’atteindre la
pleine autonomie, il peut; a. devenir un Etat indépendence et souverain; b.
s’associer librement à un Etat Indépendant; c. s’intégrer à un Etat
indépendant.”)
Jajahan-jajahan Belanda di Asia Tenggara ini sama
sekali tidak diberikan kesempatan untuk dengan bebas memilih salah satu
diantara jalan-jalan yang disebut diatas. Kita tidak pernah diberikan
kesempatan untuk merdeka dan berdaulat sendiri – sebagaimana sepatutnya. Dan
kita tidak pernah ada pula diadakan pemilihan bebas untuk masuk kebawah telapak
kaki penjajahan Jawa. Apa yang terjadi kemudian ialah kita sudah diseret dengan
paksa kedalam neokolonialis Indonesia Jawa.
Juga sesudah ternyata bahwa wilayah-wilayah jajahan
Belanda seperti Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik Maluku Selatan, Papua,
Kalimantan, Pasundan, dls, yang mempunyai status yang jelas dalam Hukum
Internasional sebagai wilayahwilayah jajahan yang terpisah satu sama lainnya
dan karena berpisah-pisahan itu dan yang nasibnya berlainan, maka harus
ditentukan sendiri oleh masing-masing bangsa asli yang bersangkutan, sampai
sekarang mereka belum merdeka sebab semua dengan serta merta dan dibawah
paksaan senjata sudah dimasukkan kedalam penjajahan Jawa yang bertopengkan yang
bernama “bangsa” pura-pura “Indonesia” . Bangsa-bangsa Acheh-Sumatera,
Sulawesi, Republik Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Sunda, Bali, dsb, tidak
pernah diberikan kesempatan untuk menjalankan hak penentuan nasib diri-sendiri
untuk memilih antara merdeka kembali seperti dahulu kala seperti sejarah mereka
sebelum Belanda datang, atau memang mau menjadi jajahan “Indonesia” Jawa.
Pemilihan yang jujur untuk menentukan nasib diri-sendiri pada bangsa-bangsa ini
tidak pernah diadakan sebagaimana yang sudah ditentukan oleh aturan-aturan
Hukum Internasional.
Penyerahan kedaulatan atas Acheh-Sumatra, Sulawesi,
Republik Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls, oleh Belanda kepada
“Indonesia” Jawa adalah tidak sah sama sekali menurut Hukum, sebab Belanda,
sebagai bangsa penjajah, tidak mempunyai hak daulat atas tiap-tiap negeri yang
dijajahnya. Kedaulatan atas tiap-tiap negeri dan wilayah-wilayah jajahan itu
tetap berada ditangan bangsa asli penduduk negeri dari wilayah itu sendiri dan
tidak dapat dipindah-pindahkan atau diserah-serahkan oleh siapapun atau kepada
siapapun juga. Hak kedaulatan atas Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik Maluku
Selatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls, tetap dalam tangan bangsa-bangsa dan
negeri-negeri itu sendiri – bukan ditangan bangsa Jawa!- dan tidak dapat
diserahkan oleh Belanda kepada Jawa, karena Belanda sendiri tidak pernah
memilikinya. Karena itu kekuasan Jawa sekarang di Acheh-Sumatra, Sulawesi,
Republik Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls, tidak mempunyai
dasar hukumnya, tidak sah dan illegal.
Walaupun tentara Jawa dan boneka-bonekanya sekarang
menduduki Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik Maluku Selatan, Papua, Kalimantan,
Pasundan, dls, pendudukan tersebut tidak melegalkan penjajahan Jawa. Sah atau
tidaknya pendudukan sesuatu wilayah oleh sesuatu tentara pendudukan tergantung
pada bagaimana asal-usulnya pendudukan itu sendiri terjadi. Jelaslah sudah,
pendudukan Jawa berasal dari pendudukan Belanda yang berasal dari perang konial
atas kita. Kemudian oleh Belanda, negeri-negeri kita diserahkannya kepada Jawa.
Jadi pendudukan Jawa sama tidak sahnya dan sama illegalnya sebagai pendudukan
Belanda. Ex injuria jus non oritur. Hukum tidak bisa berasal dari perbuatan
yang tidak berdasar hukum.
6. Perserikatan Bangsa-Bangsa sendiri sudah membuat
sebuah Program untuk memerdekakan bangsa-bangsa yang terjajah sebagaimana yang
terdapat dalam keputusan 2621 (XXV) tanggal 12 Oktober 1970, dimana penjajahan
dinamakan sebagai satu “ kejahatan Internasional” dan “kepada bangsa-bangsa
yang terjajah” – seperti kita bangsa-bangsa Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik
Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls. – “Diberikan hak mutlak untuk
melawan sipenjajah mereka dengan segala cara yang diperlukan.”
(“Le droit inhérent des peulpes coloniaux à lutter
par tous les moyens necessaires.”)
7. Dalam keputusan 3314 (XXIX), tanggal 14
Desember, 1974, Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa melarang semua negara
menggunakan kekerasan terhadap bangsa-bangsa yang menuntut hak penentuan nasib
diri-sendiri mereka.
Resolusi ini menegaskan:
“Kewajiban negara-negara supaya tidak mempergunakan
senjata untuk menindas hak bangsa-bangsa yang sedang menentukan nasib
diri-sendiri dan hak kemerdekaan serta kesatuan wilayah mareka itu.” (“Le
devoir des Etats de ne utilizer les armes pour priver les l’indépendance ou
pour violer l’intégriter mination, à la liberté et à l’indépendance ou pour
violer l’intégrité territorial.”) Bandingkan ini dengan kekejaman oleh Jawa
yang telah membunuh para pejuang-pejuang kemerdekaan di Acheh-Sumatra, Papua,
Republik Maluku Selatan, Sulawesi, Timor Leste dan sebagainya.
8. Artikel 9 dari resolusi diatas berkata lagi: “
Tidak ada suatupun dalam ketentuan ini yang dapat mengurangi kemutlakan akan
hak penentuan nasib diri-sendiri, dan hak kebebasan dan kemerdekaan daripada
bangsa-bangsa yang hak mereka telah dirampok…..lebih-lebih bangsa-bangsa itu
masih dibawah kekuasaan pemerintah kolonial yang rasis (seperti”Indonesia”
Jawa) atau dibawah kekuasaan bangsa luar lainnya. Bangsa-bangsa yang masih
terjajah ini mempunyai hak mutlak untuk berjuang melawan sipenjajahnya untuk
mencapai kemerdekaan dan berhak mencari dan menerima bantuan dan sokongan untuk
kemerdekan dan kebebasan mareka, maksud ini sesuai dengan dasar-dasar
Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB).”
(“Rien dans la présente définition ne pour porter
préjudice au droit à l’autodétermination, à la liberté et à l’indépendance des
peuples privés de ce droit… particulièrement les peuples sous la domination des
régimes coloniaux et rasistes et sous d’austres forms de domination étrangère,
ni au droit de ces peuples de lutter à cette fin et de rechercher et de
recevoir un appui à cette fin, en accord avec les principes.”)
9. Dan oleh Mahkamah Tetap Bangsa-Bangsa (Tribunal
Permanent des Peuples), Roma, dalam Keputusannya, pada tanggal 11 November,
1979, sudah menyatakan yang bahwa pejuang-pejuang kemerdekaan yang berperang
mengusir tentara-pendudukan asing dari bumi mereka (Seperti tentarapendudukan
Jawa di Acheh-Sumatra, Papua, Republik Maluku Selatan, Sulawesi, Kalimantan,
dls) mempunyai hak untuk dilindungi keselamatan mereka oleh Geneva Convention
(Perjanjian Genewa) tahun 1949, yang diperbaharui lagi pada tahun 1977, nyakni
jika pejuang-pejuang ini tertangkap atau tertawan, mereka harus diperlukan
sebagai tawanan perang dari negara-negara berdaulat yang mempunyai perlindungan
hukum, walaupun di medan perang, mereka tidak boleh dianiaya, hanya boleh
ditanya nama dan pangkatnya saja.
10. DENGAN INI KITA SERUKAN kepada saudara-saudara
kita Bangsa Sulawesi, Bangsa Maluku Selatan, Bangsa Kalimantan, Bangsa Sunda,
Bangsa Bali, Bangsa Papua, dls, untuk segera bangun dari tidur dan berdiri
menyatakan kemerdekaan dari penjajah Jawa yang sedang memeras bangsa dan
kekayaan alam saudarasaudara. Mengikuti jejak bangsa Acheh-Sumatra, Bangsa
Maluku Selatan, Bangsa Papua, Bangsa Timor Leste dan mengikuti semua
bangsa-bangsa maju dan terhormat lainya di dunia yang sudah dan sedang berjuang
untuk kemerdekaan mereka! Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations
Charter), Pernyataaan Umum Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of
Human Rights) telah mengakui hak setiap bangsa untuk merdeka, dan hak setiap
bangsa atas kekayaan alamnya, atas kehidupan ekonominya, kebudayaanya, dan
keagamaannya.
Di tanah air kita, hak-hak ini semua sedang
diperkosa oleh penjajah neo-kolonialis Jawa untuk kepentingan mereka. Dunia
yang beradab dan sudah membuka pintu kemerdekaan selebar-lebarnya kepada kita:
tinggal saudara-saudara sendirilah yang harus bangun dari tidur dan mengambil
langkah keluar dari kegelapan penjara penjajahan Jawa yang rakus, serakah dan
brutal. Melalui pintu terbuka ini kita sama-sama menuju ke alam kemerdekaan,
kemakmuran dan kebebasan yang sejati, untuk kepentingan bangsa saudara
masing-masing, dan supaya kita bisa duduk sama rendah, berdiri sama tinggi
dengan segala bangsa-bangsa lain di dunia merdeka dalam abad ke-21 ini!