Breaking News

Blogger Template

Kamis, 25 Februari 2016

PELABUHAN LANGSA ACEH MENJADI AWAL MULA BISNIS PEMILIK LIPPO GROUP (MUKHTAR RIADY)

Pohon dibonsai tak akan tumbuh besar

Setelah menepati janji kepada ibu mertua, kami berencana hijrah ke Jakarta untuk mencari peluang membangun usaha. Tapi, ayah tidak setuju karena menurut beliau sangatlah besar resiko untuk mengadu nasib di Ibu Kota yang sangat kompleks dan asing bagi saya. Lagi pula, kami tidak punya kenalan dan tidak punya cukup modal kerja.

Suatu hari, adik kakek kami bernama Li A Kim yang tinggal di Surabaya berkunjung ke Malang. Selama ini, beliau sangat memperhatikan dan menghargai usaha saya, mengenal karakter dan sepak terjang saya. Beliau sangat setuju dengan ide saya berjuang di Ibu Kota. Beliau berkata, “pohon yang dibonsai tidak akan tumbuh besar. Hanya pohon yang berada di hutan bebas dan luas akan tumbuh besar dan subur.”
Pada mulanya, gaya berusaha saya agak konservatif, seperti umumnya orang hinghua di Indonesia, yaitu berdagang sepeda dan alat-alat perlengkapannya. Setibanya di Jakarta, terlebih dahulu saya mempelajari saya mempelejari dan mencari data sumber perdagangan sepeda di Indonesia. Saya menyelidiki pengimpor di Jakarta yang menyuplai para pengusaha di Surabaya. Ternyata, sumber impor sepeda bukan dari Jakarta, tapi dari Medan .
Setelah saya selediki di Medan, rupanya barang-barang tersebut masuk dari Langsa, Aceh. Semula, saya mengira Langsa pastilah kota besar. Ternyata, Langsa hanyalah kota pelabuhan kecil dan terpencil. Sarana jalan disana sangat ketinggalan, tanpa aspal, masih tanah berlubang tidak merata. Kalau turun hujan, ban mobilpun pun harus memakai rantai agar tak tegelincir sehingga kecepatan kendaraan tak bisa bisa lebih dari 20 kilometer perjam. Akibatnya, jarak jalan yang 200 kilometer perjam. Akibatnya, jarak jalan yang 200 kilometer itu haru ditempuh dalam waktu lebih dari 10 jam. Sekalipun kota pelabuhan Langsa kecil, hanya punya dua jalan kecil, ada banyak losmen yang selalu penuh dengan tamu yang lalu lalang. Kondisi losmen yang adapun sangat beruk, ruangannya kotor, banyak nyamuk, dan airnya agak asin.

Suatu malam saya menginap di losmen. Rasanya sungguh tidak nyaman, bahkan tersiksa. Akan tetapi, Langsa adalah kota yang makmur. Banyak pedagang datang silih berganti yang jumlahnya melebihi jumlah penduduk setempat. Pelabuhan Langsa tidak besar, tapi penuh tumpukan container, bahkan meluap sampai ke pelataran lapangan luar. Yang mengherankan, dalam sarana dan kondisi hidup yang begitu buruk, mengapa begitu banyak pedagang yang datang? Mengapa barang-barang impor tersebut tidak masuk dari pelabuhan besar, seperti Jakarta atau Surabaya?

Kemudian saya mendapat jawabannya. Ternyata, cara penguatan bea masuk Pelabuhan Langsa menggunakan system borongan per container, bukan dari nilai barangnya. Langsa tampaknya sudah merupakan pelabuhan bebas terselubung yang tambaknya sudah merupakan pelabuhan bebas terselubung yang sangar menguntungkan pengimpor. Oleh karena itu, seburuk apapun fasilitas hidup, tetap saja banyak pedagang yang berdatangan.

Dalam kondisi demikian, saya piker lebih baik memasukkan barang dengan volume kecil yang berharga tinggi sehingga untungnya pasti lebih besar. Umpamanya, produk tekstil berkualita tinggi dan alat elektronik tentu akan lebih menguntungkan daripada suku cadang sepeda.
Dikutip dari buku Otobiografy MOCHTAR RIADY Manusia Ide
Read more ...
Designed By