Masa Sultan Iskandar Muda merupakan
masa kebanggaan dan kemegahan Aceh,tidak hanya dalam pengaruh dan kekuasaan
tapi juga dibidang penertiban pemerintahan, terutama dalam ,bidang perdagangan,
kedudukan rakyat sesama rakyat (sipil), kedudukan rakyat terhadap pemerintah,
kedudukan sesama anggota pemerintah, dan sebagainya. Dalam soal ilmu
pengetahuan atau kecerdasan, terutama dibidang agama, dibanding masa lampau,
masa Sultan Iskandar Muda dapat dikatakan sebagai suatu masa kesadaran.
Sultan Iskandar Muda mempunyai
perhatian yang sangat besar terhadap
pembangunan mesjid atau rumah ibadah, pesantren,dan sebagainya. Mesjid yang
besar dan indah telah dibangun oleh Sultan Iskandar Muda di Banda Aceh Darussalam,
yaitu Mesjid Raya Baiturrahman dan itu pernah dibakar.
Pada masa Sultan Iskandar Muda telah
mengadakan perundang-undangan yang terkenal dengan sebutan Adat Makuta Alam
yang disandar dan dijadikan dasar pemerintahan yang mendatang, seperti masa
puterinya,Taj al-‘Alam Tsafiatuddin, dan raja-raja berikutnya. Bebarap
peraturan disempurnakan. Penertiban hukum yang dibangun oleh Sultan Iskandar
Muda memperluas kemasyurannya sampai ke India, Arab, Turkey, Mesir, Belanda,
Inggris, Portugis, Spanyol, dan Tiongkok. Banyak negeri tetangga yang mengambil
perturan-peraturan hukum di Aceh untuk rujukan, terutama karena peraturan itu
berunsur kepribadian yang dijiwai sepenuhnya oleh hukum-hukum agama, jadinya
adat Makuta Alam adalah adat bersendi syara’.
Sebuah kerajaan yang jaya dimasa lampau
di Kalimantan, yaitu Brunai Darussalam, ketika diperintah oleh Sultan Hasan,
seorang yang keras dan pemeluk setia agama Islam, dengan bertetur terang
mengatakan telah mengambil
pedoman-pedoman untuk peraturan negerinya dari undang-undang Makuta Alam Aceh.
Ini suatu bukti reputasi tinggi negeri Aceh yang sudah dimaklumi orang masa
itu. Di bidang ilmu pengetahuan agama (teologi), khususnya Islam, masa Iskandar
Muda semakin terkenal. Apa yang
diceritakan dan meluas terdengar tentang keajaiban di India, Persia, dan Turki,
mengenai kebesaran Sultan-sultannya, tidaklah ganjil dijaman Sultan Iskandar
Muda. Bekas-bekas iti kini masih didapati menerbitkan kekaguman. Yang terkesan
diantaranya adalah yang disebut Pinto Khop dan Gunongan. Bekas-bekas itu kini
tidak terlihat begitu berarti namun bangunan itu adalah sisa dari banyak sudah
hilang. Sejumlah pakar yang telah menumpahkan perhatiannya kepada bangunan ini,
terutama disekitar bangunan tersebut sudah pernah dibangun suatu taman indah,
menghargai kesanggupan pembangunannya pada zaman itu. Umpamanya, Snouck
Hurgronjoe mengatakan hikayat-hikayat penduduk menyebut-nyebut seorang Sultan
Beristerikan puteri dari kerajaan di pegunungan dan pedalaman. Isteri tersebu
sultan, tapi sang isteri terlalu merindukan ayahnya dan hendak pulang ke
negerinya. Untuk menghilangkan kerinduan tersebut sultan membuat gunung tiruan
untuk tempat isterinya menghibur diri.
Sumber : Said. Muhamma, Aceh Sepanjang Abad I, Harian Waspada, Medan, 2012,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar