Breaking News

Blogger Template

Kamis, 30 Januari 2014

Ismuhadi Cs



Bait-bait lagu Nyawoung terdengar nyaring dari sound system yang diangkut sebuah mobil pick up, kadang mengalun kadang menghentak. Kadang merdu, kadang syahdu. Di atas mobil beberapa mahasiswa berdiri, mereka berorasi, “Saleum teuka panglima prang kamoe, ka troeh neu woe u tanoh endatu,” pekik salah seorang mahasiswa, yang beberapa di antaranya saya kenal.

Siang itu, Selasa 11 September 2012, suasana di depan bandara Sultan Iskandar Muda tak seperti biasanya. Ramai, riuh, ada politisi, aktivisi mahasiswa, tak lupa pasti para wartawan yang menenteng kamera. Di dalam bandara, ada juga mantan GAM Teuku Amru (Goh Ru) dan Gure Ribe.

Mereka menunggu kepulangan tiga orang mantan anggota GAM yang selama ini ditahan di LP Cipinang; Ismuhadi, Irwan Ilyas dan Ibrahim Hasan. Awak media di Aceh sering menyebut tiga orang tersebut dengan Ismuhadi Cs. Setelah mendapat remisi dari Presiden SBY, mereka dipindahkan ke LP Banda Aceh.

Mereka ditahan karena didakwa melakukan pengeboman Bursa Efek Jakarta pada tahun 2000. Setelah proses hukum dijalani dari Pengadilan Negeri sampa tingkat kasasi, hakim Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup bagi mereka.

Entah karena terkait terorisme, entaha karena ada hal lainnya, mereka tidak mendapatkan remisi ketika GAM dan Pemerintah Indonesia berdamai pada tahun 2005. Ketika kawan-kawan seperjuangan menikmati indahnya damai, mereka masihd mendekam di balik jeruji besi di Pulau Jawa.


Seorang teman yang juga baru pulang dari Jakarta dan satu pesawat dengan Ismuhadi Cs pada hari itu, merasa terkejut melihat ramainyad orang di bandara. Karena heran, dia kirimkan pesan ke hanphone saya menanyakan siapa yang datang, setelah melihat saya di bandara.

Saya jelaskan, itu adalah Ismuhadi, mantan Panglima GAM Jabodetabek yang dipulangkan hari ini.

“Panglima prang eu panglima prang ka troeh geu woe. Ngon raja nanggroe ngon raja nanggroe hate lam suka..” syair-syair Mukhlis Nyawoung terus menghentaka ketika Ismuhadi dand dua kawannya keluar dari dalam ruang VIP bandara. Dia dikerumuni, oleh mahasiswa, oleh orang-orang yang sebelumnya menanti kepulangannya.

Ketika orang-orang ramai mengerumuninya, saya hanya bisa terdiam, merinding, melihat dia melambai tangan, laksana seorang panglima yang baru pulang dari medan perang. Rasa saya sebagai orang Aceh bangkit lagi. Ada kawan-kawan yang bilang bahwa ini rasa cauvinis, ada juga yang bilang ini kehalusan dari sebuah sikap fasis. Rasa cinta kepada ras dan tanah air yang terlalu berlebihan.

Tapi, saya tak mengerti. Hari itu, Ismuhadi pulang, hantu-hantu kebencian saya terhadap Indonesia bangkit lagi. Malaikat-malaikat kecintaan saya terhadap tanah ini tumbuh lagi. Seperti jamur, mengelilingi otak dan pikiran saya.

Bagi saya, Aceh sudah menjadi sebuah ideologi. Walau saya tak bisa menjelaskannya secara teori, tapi hati ini akan bergetar kalau berbicara tentang Aceh. Tanah yang tak lekangd dirundung malang ini seakan menjadi agama bagi saya.

Di tanah ini saya lahir, di tanah ini ujung kemaluan saya ditanam ketika di sunat, di tanah ini saya hidup dan belajar. dan di tanah ini juga saya ingin mati.

Aceh adalah semuanya, masa lalu dan masa depan. Aceh adalah segalanya, mulai dari politik, budaya hingga soal perempuan yang mengisi hati saya. Walau saya tak bisa menjamin ini akan terus bertahan, untuk sekarang saya berani bertaruh tentang ini.

Apakah Ismuhadi Cs adalah pahlawan bagi Aceh? Entah, saya juga tak bisa menjawabnya. Tapi, dari wajah mereka, hari ini rasa saya sebagai seorang Aceh bangkit lagi.

Sebelum pulang, seorang wartawan media lokal di Aceh meperlihat sebuah foto kepada saya, gambar Ismuhadi dan dua kawannya sedang sujud syukur ketika turun dari pesawat.

Saya langsung teringat Hasan Tiro, Wali Nanggro yang juga melakukan sujud syukur ketika turun dari pesawat pada waktu kepulangannya ke Aceh tahun 2008 lalu.

Lalu, dalam perjalanan pulang di atas motor, lidah saya terus berucap syair-syair Mukhlis Nyawoung. “Oh abeih buleun, mebileung ngon thon, ingat u gampong pajan jeut ta gisa..”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By