Breaking News

Blogger Template

Kamis, 16 Januari 2014

TUDUHAN OPERASI INTELIJEN MUNIR

17 Juni 2009 pukul 14:15
Pengamat Intelijen Suripto yakin, Munir ''dieksekusi'' oleh sebuah operasi intelijen yang berpengalaman. Banyaknya kejanggalan yang ditemukan, menjadi indikator ke arah sana. Karenanya, operasi kontra intelijen menjadi kunci terbongkarnya misteri kematian pejuang HAM Munir.

Argumen Suripto cukup beralasan. Kenyataan itu bisa dilihat dari hasil temuan Tim Pencari Fakta (TPF) pertama --yang diketuai oleh Brigjen Polisi Marsudhi Hanafi-- yang berhasil menyimpulkan bahwa Munir dieksekusi dengan menggunakan cara-cara layaknya sebuah operasi intelijen, dalam penerbangan dari Jakarta menuju Singapura, dengan menggunakan racun arsenik.

Prestasi nyata TPF pertama memang layak diacungi jempol. Pasalnya tim ini dianggap mampu menguak kejanggalan demi kejanggalan yang banyak ditemukan. Dimana kejanggalan itu menjadi indikator kuat keterlibatan beberapa tokoh Badan Intelijen Negara (BIN) dalam ''operasi eksekusi Munir''.

Kejanggalan paling mudah dilihat saat Pollycarpus Budihari Priyanto --pilot Garuda-- beberapa kali menghubungi nomor telepon Deputi V BIN Muchdi Purwopranjono. Bahkan tidak cuma nomor telepon genggam Muchdi, dalam data print out yang dikeluarkan operator telepon PT Telkomsel, terbukti Polly juga menghubungi kantor Muchdi.

Bahkan selama proses persidangan Pollycarpus yang ke-X pada 11 Okt 2005, saksi Brahmanie Hastawati (purser GA-974) dan Oedi Irianto (pramugara) mengakui, Polly telah menghubungi keduanya dalam beberapa kali via telepon. Apa alasan Polly menghubungi mereka? ''Untuk menyamakan persepsi soal penerbangan GA-974,'' kata kedua saksi di depan persidangan, meniru alasan Polly yang menelepon mereka saat itu.

TPF pertama ini pun mampu ''menguliti'' kejanggalan penerbangan Garuda Airlines GA-974 yang menerbangkan almarhum Munir dari Jakarta menuju Amsterdam pada 6 September 2004. Menurut Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (Kasum) yang beberapa pentolannya aktif dalam TPF pertama menyatakan keyakinannya bahwa operasi intelijen pernah berlangsung dalam penerbangan sipil GA-974. (Lihat : Operasi Intelijen (Crew) Garuda?).

Tidak cuma itu. Tim yang dipimpin seorang pakar 'ekstra judicial killing ini nyaris berhasil menggiring Pollycarpus Budihari Priyanto kedalam rumah pesakitan. Lihat saja keputusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang pada 27 Maret 2004 telah menjatuhkan vonis 14 tahun penjara bagi Pollycarpus dalam berkas nomor 16/Pid/2006/PT.DKI. Putusan ini sama persis dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 20 Desember 2005 yang juga memvonis Pollycarpus selama 14 tahun.

Sayangnya, tepat 3 Oktober 2006, dalam rapat musyawarah majelis hakim yang terdiri atas Hakim Ketua Iskandar Kamil, dua Hakim Anggota Atja Sondjaya dan Artidjo Alkostar, Mahkamah Agung dalam putusan kasasinya menyatakan Pollycarpus tidak terbukti terlibat pembunuhan berencana terhadap Munir. Polly hanya terbukti bersalah menggunakan dokumen palsu dan divonis dua tahun penjara. Sejak itu, bisa dibilang telah terjadi anti klimaks pada perkembangan kasus kematian Munir.

Novum penyidik Polri

Publik kembali ''sedikit bersemangat'' ketika hari menjelang subuh pada Sabtu, 14 April lalu, mantan Direktur Utama PT.Garuda Indonesia Indra Setiawan ditangkap polisi, berkait dengan kematian Munir. Dan setelah itu, pihak penyidik kasus Munir juga menangkap Rohainil Aini, Sekretaris Kepala Pilot Airbus 330 Garuda. Keduanya ditangkap Tim Penyidik Polri untuk kasus Munir, pimpinan Brigjen Pol Suryadharma, karena dianggap memuluskan jalan bagi pembunuhan Munir, dengan memalsukan surat tugas Pollycarpus.

Obsesi publik akan terkuaknya misteri kematian Munir sedikit terlihat saat Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan Agung pada Jum?at (13/04) bulan lalu menerima novum --bukti baru-- kasus Munir, langsung dari tangan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri Komjen Pol. Bambang Hendarso. Lagi-lagi tersangkanya adalah mantan Pilot Garuda Pollycarpus Budihari Priyanto yang telah dibebaskan Mahkamah Agung.

Bambang menjelaskan, novum kali ini belum terkait dengan tersangka baru Indra Setiawan dan Rohainil Aini. Novum itu merupakan bukti baru yang ditemukan penyidik Mabes olri atas Pollycarpus. Menurut Bambang, novum tersebut melingkupi tiga bukti baru. Yakni hasil forensik dari laboratorium LLC di Tequilla, Seatle, AS, yang menemukan spesifikasi jenis arsenic yang digunakan untuk merancuni Munir. Tujuannya, untuk mengetahui kapan waktu tepatnya Munir diracun, dan dimana.

''Berdasarkan keterangan saksi dokter yang ada di pesawat, perkiraan jamnya bila dihitung mundur dari jenis arsenik yang ada di tubuh korban kita bisa menentukan Munir meninggal 3 jam sebelum mendarat di Belanda dan intake-nya untuk TKP adalah di Singapura,'' kata Bambang saat itu. (Lihat : Arsenik, Mesin Pembunuh Para Politisi).

Novum kedua, keterangan saksi mata yang sempat melihat almarhum Munir bersama dengan seseorang yang berada di satu tempat di Bandara Changi, Singapura, sebelum pesawat Garuda GA-974 yang ditumpangi Munir boarding menuju Belanda. Kesaksian diperoleh usai dilakukan pra-rekonstruksi oleh penyidik Polri, bekerjasama dengan Kepolisian Singapura di salah satu tempat di Bandara Changi. (Lihat : Saya Tegur Munir Di Bandara Changi).

Dan novum yang ketiga, tambahan keterangan-keterangan sejumlah saksi lain yang saat itu berada dalam penerbangan GA-974. Kesaksian itu akan semakin menguatkan bukti-bukti material untuk melengkapi novum baru itu.

Operasi Kontra Intelijen

Pertanyaannya sekarang, mampukah aparat penyidik membongkar kasus ini? Pernyataan pesimis justru datang dari orang nomor satu di kepolisian. Usai shalat Jum'at (24/04) bulan lalu di 'masjid Mabes Polri Trunojoyo'', Kapolri Jenderal Pol. Sutanto menyatakan bahwa polisi tengah kesulitan mengungkap kasus ini. Menurutnya, tempat kejadian perkara yang berada di Singapura, serta kejadian yang sudah berlangsung lama jelas merepotkan aparat penyidik.

Pernyatan Sutanto sepertinya menjadi ''sinyal'' bahwa kasus Munir tergolong kasus pelik. Kapolri sepertinya sadar betul bahwa kekuatan dibelakang para pelaku memang tidak bisa dianggap remeh. Lantas, cara apa yang dianggap bisa diandalkan untuk membongkar misteri ini?

Menurut pengamat intelijen Suripto, jalan yang dianggap efektif adalah, ''Presiden SBY harus menjalankan operasi kontra intelijen untuk membongkar kasus tersebut,'' katanya kepada Berpolitik.com. Sebab, Suripto yakin Munir ''dieksekusi'' melalui sebuah operasi intelijen. Fakta bahwa Munir dihabisi oleh operasi intelijen, tergambar dalam bukti-bukti yang sudah berhasil dikumpulkan Tim Pencari Fakta Kasus kematian Munir.

''Nah, operasi intelijen dapat terkuak bila operasi kontra intelijen dijalankan,'' katanya yakin.


Sumber : www.berpolitik.com




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By