Breaking News

Blogger Template

Kamis, 19 September 2013

KEDUDUKAN KEBESARAN ACHEH DALAM DUNIA INTERNASIONAL


Adalah satu tanda dari pada kedudukan Kerajaan Acheh yang terkemuka dan menduduki tempat penting dalam dunia ketika President Ulysses.S.Grant dari Amerika Serikat segera mengeluarkan satu pernyataan yang luar biasa, yang dinamakan ‘Pernyataan Berdiri-Sama-tengah Yang Tidak Memihak’ (‘Proclamation of Impartial Neutrality’) dalam perang antara Belanda dengan Acheh. Dalam perjanjian ini dinyatakannya pula bahwa Amerika Serikat tidak mau membenarkan serangan Belanda atas Acheh. (MESSAGES AND PAPERS OF THE PRESIDENTS, washington, D.C. , 1874).
Sesudah kemenangan di Bandar Acheh barulah pemerintah Kerajaan Acheh menuntut kepada pemerintah Inggeris supaja menunaikan tugasnya membantu Kerajaan Acheh menurut Perjanjian antara kedua negara. Menurut perjanjian itu Inggeris mempunyai keawajiban untuk membantu Acheh melawan serangan Belanda. Tetapi amat disesalkan bahwa pemerintah Inggeris pada waktu itu mengchianati perjanjian yang sudah ditanda-tangani oleh wakil2nya yang berkuasa penuh itu. Kejadian ini akan tetap mendajdi bukti dan saksi sejarah bagaimana janji2 Kerajaan inggeris itu tidak dapat diperjajai. Debat yang terjadi di parlemen Inggeris perkara Perjanjian Pertahanan dengan Kerajaan Acheh ini kemudian membuktikan bahwa pemerintah Inggeris sudah menerima suapan dari Belanda supaja tidak menepati dan menghormati janjinja dengan Kerajaan Acheh, dengan Belanda menyerahkan satu jajahannya di Afrika kepada Inggeris: jajahan itu ialah Gold Coast, sekarang Ghana. Lord Granville, Menteri Luar Negeri Inggeris pada waktu itu, dalam jawabannya kepada Habib Abdul Rahman Zahir, Menteri Luar Negeri Acheh, pada 15 Juli, 1873, tidak pernah mengatakan bahwa Perjanjian Pertahanan Acheh-Inggeris itu tidak sah, atau tidak berlaku lagi, atau sudah dibatalkan, tetapi ia hanya mengatakan bahwa Inggeris tidak mau memenuhi kewajibannya menurut Perjanjian itu. Oleh Menteri Luar Negeri Inggeris itu tidak dibantahnya perkara ada dan sah-nya Perjanjian itu. Ia hanya tidak mau melakukan kewajibannya menurut Perjanjian itu. Alasan yang diberikannya untuk berchianat itu ialah karena Inggeris "sudah menanda-tangani satu perjanjian lain dengan Belanda yang isinya berlawanan dengan Perjanjian dengan Acheh itu" dan juga dengan alasan bahwa Inggeris "telah tidak menjalankan dengan terus-menerus kewajibannya terhadap Acheh dalam Perjanjian itu."
Politik pemerintah Inggeris untuk tidak menghormati dan mengchianati Perjanjian-nya dengan Kerajaan Acheh itu mendapat kejaman yang amat keras dalam surat2 kabar Inggeris, dan dalam Parlemen inggeris hungga hal itu menjadi perdebatan besar dalam pemilihan umum beberapa tahun lamanya. Hal ini juga menjadi satu bukti tentang kuatnya kedudukan Acheh dalam politik dunia internasional sebagai satu negara merdeka yang kedaulatannya diakui dunia dan tidak pernah menjadi persoalan atau perdebatan. Thomas Gibson Bowles, seorang pemimpin partai politik dan anggota Parlemen menulis sebuah artikel dalam majallah FRAZER’S MAGAZINE, yang terbit di London, dimana ia menamakan jawaban Lord Granville kepada Acheh sebagai "satu dokumen yang paling tidak mempunyai rasa malu, yang pernah ditulis manusia". Ia menamakan Perjanjian Inggeris-Belanda dimana Belanda menyerahkan satu daerah di Afrika kepada Inggeris untuk merugikan Acheh sebagai "satu tawar-menawar haram", dan jawaban Menteri Luar Negeri Inggeris kepada Acheh dinamakannya satu "satu pengakuan yang memalukan untuk meninggalkan kewajiban terhadap Acheh yang mencerminkan sikap orang2 Kementrian Luar Negeri Inggeris yang selalu sedia mengchianati Perjanjian antara-negara." Thomas Gibson Bowles membuat kesimpulan: "Surat dari Lord Enfield (Wakil dari Lord Granville) kepada Sultan Acheh bersifat sama sebagai di atas juga, sebab waktu oleh Sultan Acheh diminta bantuan Inggeris, menurut Perjanjian, supaja Inggeris membantu Acheh, oleh Enfeld dikatakan bahwa Inggeris tidak dapat memenuhi Perjanjian itu sebab Inggeris sudah lebih dahulu melanggarnya, dan ia menasehati Sultan Acheh supaja berbaik-baik dengan Belanda yang menyerangnya. Dalam kedua kedua perkara ini, pihak yang bersalah yang berpura-pura berchutbah kepada pihak yang menjadi korban, dan melatakkan atas pundak yang tidak bersalah, tanggung-jawab dari pihak yang bersalah. Kami mengatakan bahwa yang bersalah adalah pemerintah Inggeris." (FRAZER’S MAGAZINE, London, Januari, 1874,p.124-134).
Lord Stanley of Alderley, seorang bangsawan Inggeris, berdiri dalam Majlis Tinggi Parlemen Inggeris (House of Lords) membela Acheh dan mengejam Pemerintah Inggeris sebab telah melanggar Perjanjian Pertahanan dengan Achehh. Beliau menuntut supaja Pemerintah Inggeris menghormati dan memenuhi kewajibannya menurut Perjanjian Pertahanan tersebut, dan supaja Inggeris membantu Acheh melawan Belanda. Dalam sebuah pidato pada tanggal 28 Juli, 1873, beliau berkata:
"Belanda tidak mempunyai alasan dan tidak mempunyai sebab untuk menyerang Acheh yang tidak berbuat apa2 kepada Belanda. Sekarang Belanda sudah menyerang Negara Acheh dan sudah dikalahkan dan digagalkan. Kejatuhan Acheh akan menyebabkan kehancuran kemuliaan kita diseluruh Asia Timur dan Asia tenggara; kekejewaan besar akan dirasa oleh warga Inggeris di Asia Tenggara dan oleh orang2 Melaju di Malaja, yang kesan baik dari mereka adalah sangat penting bagi kita. Perjanjian baru antara inggeris dengan Belanda ini bukan saja merusakkan kemuliaan Negara Inggeris tetapi juga merusakkan kepentingan ekonomi kita. Sistem penjajahan Belanda di Jawa bukan saja berlawanan sekali dengan kebebasan perdagangan, tetapi hampir tidak berbeda dari perbudakan – Belanda menamakannya "kerja-tidak-bergaji" – sehingga tidak ada alasan sama sekali mengapa pemerintah Inggeris mau menolong meluaskan sistem ini samapai ke Sumatera Utara, atau se-kurang2nya mengapa tiadk dibuat pengejualian untuk Acheh sebab Negara Acheh berhak mengharap kita tidak melupakan kemerdekaannya yang dari zaman purbakala, dan sejarahnya yang gilang-gemilang, sebab Acheh sudah menjadi satu negara Merdeka ketika Belanda masih satu provinsi Spanyol.
"Sejak waktu itu Acheh sudah mempunyai pengaruh yang besar sekali atas Selat Melaka, dan mengirimkan armada besar2, yang sering mengalahkan armada yang besar2, yang sering mengalahkan armada Portugis dalam setiap peperangan. Lebih 300 tahun yang lalu Acheh sudah meletakkan dirinya dibawah perlindungan Chalifah osmaniah (Turki) dan meriam besar2 yang dikirimkan oleh Sultan Salim sebagai hadiah kepada Raja2 Acheh masih dapat dilihat sampai sekarang di Pidië dan Pasè. Perlu kita tanya: mengapa Belanda telah menyerang satu negara Merdeka dan berdaulat yang tidak berbuat apa2 terhadap negeri Belanda, dan ini dilakukan pada waktu dimana Belanda sendiri masih takut kemerdekaannya yang baru diperoleh itu mungkin dirampas oleh negara lain, lebih2 sesudah perang Perancis – sebab semua kita mengatahui bahwa di Jerman ada satu partai yang ingin mengambil negeri Belanda dan merampas tanah jajahannya sekali, dan sebagian besar orang Jerman sudah jakin bahwa golongan terbanyak dari bangsa Belanda memang ingin bersatu dengan Jerman. Dalam hal ini, Jerman mempunyai hak yang sama besar atau sama kecflnya seperti "hak" Belanda untuk menyerang dan menjajah Acheh. Jawa saja tidak menjadi soal, tetapi kalu Sumatera dimasukkan kebawah Jawa maka mungkin baru inggeris tidak akan mengakuinya. Dalam sesuatu keadaan, sikap pemerintah Inggeris sudah dapat diterka, misalnya seperti waktu negeri Belanda jatuh dalam tangan Perancis pada awal abad ini (dimana Inggeris menduduki Jawa supaja Jawa dyangan diambil oleh Perancis). Inggeris masih mungkin membiarkan Jawa jatuh ketangan Tuan-nya yang lain, tetapi mustahil Inggeris dapat menerima Acheh jatuh kedalam tangan sesuatu kekuasaan militer yang kuat. Sebab sebagai sudah dikatakan oleh Admiral Sherard Osborn baru2 ini, Acheh adalah satu tempat yang amat penting sekali dalam strategie perang lautan." (HOUSE OF LORDS, Speech of Lord Stanley of Alderlley, 28 juli, 1873. Hansard, Vol. 217, p.1077-1081)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By