Dari tahun 1606 Belanda lebih
memusatkan perhatiannya ketempat-tempat lain diluar Aceh. Setelah kekelahan
Portugis (de castro), baik Belanda maupun Inggris menajadi sadar bahwa Aceh tidak mudah dipukul
begitu saja. Belanda membuat siasat khusus pula. Dia mendahulukan perhatian ke
tempat lain, terutama ke tempat Malaka, disamping pulau jawa, Maluku dan
lain-lain. Pertempuran-pertempuran selalu terjadi antara Belanda dan Portugis,
karena keduanya di Eropa juga dalam keadaan berperang. Inggris memilih sikap
hati-hati; hanya menyerang bila musuh dapat dikalahkan.
Tahun 1606 semangat Belanda memukul
Portugis terkesan semakin memuncak. Dalam perhitungannya pasukan portugis di
Malaka sudah jauh menyusut. Belanda ingin menguasai Malaka dengan dirinya
sendiri. Sesudah Malaka direbut, melemahkan kerajaan-kerajaan melayu
lainnya akanlebih mudah bagi Belanda .
Juga mudah dengan menghadapi Aceh. Demikian terbayang di benak orang Belanda.
Seperti
bagi Portugis, Belanda pun berpendapat bahwa pertikaian Johor dengan Aceh dapat
menguntungkan pihak ketiga, selama mereka bertikai, pengaruh Belanda dapat
dipupuk menjadi bertambah besar. Tapi, Belanda menganggap saat itu (sebelum
Portugis jatuh), belum waktunya mengadu domba Aceh dan Johor. Mareka masih
dibutuhkan tetap kuat, sebab Belanda hendak mengajak ke duanya ikut memusuhi
Portugis. Jika Aceh di sudut utara dan Johor disudut selatan membendung jalur
pelayaran Portugis, sedangkan Belanda dapat menguasai Malaka, itu akan
menguntungkan baginya. Siasat ini dijalankan oleh Belanda dengan sangat
berhati-hati, sebab perlu dijaga agar baik Aceh dan Johor tidak mengetahui
rahasia dan impian mereka untuk menguasai Malaka itu.
Armada Belanda pertama ditugaskan
menyerang Portugis dipimpin Laksamana Matelief. Dia menyusup ke Johor. Ketika
itu ibukota Johor berada di Batu Sawar dan yang memerintah adalah Sultan
Alau’ddin Ri’ayat Syah, anak Sultan Ali Jalla dari puteri Pahang. Dia seseorang
yang tidak mengacuhkan pemerintahan, hanya suka bersenang-senang saja.Valentijn
mengatakan dia seseorang peminum. Urusan negara diserahkannya kepada adiknya sanak ibu, putera Sultan
Muzaffar Syah, yang bernama Raja Abdullah.
Mateulief mengajak Sultan Alu;ddin
Johor menandatangani suatu perjanjian persahabatan, yang isinya mengatakan
bahwa Johor membantu Belanda memukul Portugis. Masa itu Johor lebih
mengkhawatirkan Aceh daripada Portugis. Walaupun sebelum itu yang memukul Johor
ibukota Johor bukan Aceh, tetapi Portugis,
namun Sultan Alau’ddin Johor telah meminta kepada Belanda supaya
bersama-sama Johor menyerang Aceh. Menurutnya, Aceh sangt berbahaya. Namun
waktu itu Belanda menentang keras ajakan Johor itu. Kepada Johor, Matelisf
hanya bersedia menjanjikan : (a) menyampaikan jasa-jasa baik kepada Aceh agar
tidak menyerang Johor, dan (b) jika sampai Aceh menyerang Johor, Belanda baru
akan membantunya. Kedua janji itu membuka kemungkinan untuk mengikat
perjanjian Belanda-Johor itu. Tapi,
Sultan Alau’ddin Syah masih belum tenteram. Dia meminta Matelief membuatkan benteng untuknya, Matelief
menjawab tidak punya modal. Sebaliknya, Matelief mengehendaki Belanda bisa
mendirikan benteng di Johor. Rupanya Sultan menolak permintaan itu, sebab
Belanda hanya dapat mendirikan kantor dagang di Batu Sawar.
Tanggal
18Mei 1606 Belanda coba mendaratkan pasukan di Malaka. Mereka giat melakukan
blokade. Portugis mengadakan perlawanan. Belanda mendaratkan pasukan diluar
kota. Sebulan sesudah pengepungan, armada Belanda malahan terpaksa lari karena
datangnya bantuan Portugis dari Goa.
Serangan berikutnya terhadap Malaka
dilakukukan oleh Matelief bersama-sama dengan pasukan Johor pada bulan Agustus
1606. Kali ini Johor memberikan bantuan sepenuhnya. Tapi, Portugis melawan
dengan gigih dan akhirnyan serangan Matelief dibantu Johor itu dapat
digagalkan. Aceh mengkhawatirkan persekutuan Belanda-Johor tersebut, sebab
bantuan Belanda kepada Johor akan membuatnya semakin kuat. Maka, bagi Aceh
persekutuan Belanda-Johor berbahaya.
Sumber : Said. Muhamma, Aceh Sepanjang Abad, Harian Waspada, Medan, 2012,
Sumber : Said. Muhamma, Aceh Sepanjang Abad, Harian Waspada, Medan, 2012,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar