Oleh: Tengku Hasan M. Di Tiro, LL. D.
President ACEH SUMATRA NATIONAL LIBERATION FRONT (ASNLF)
PENERANGAN NEGARA ACHEH-SUMATRA
1. Hukum Internasional tentang hak bangsa-bangsa yang terjajah untuk penentuan nasib mereka sendiri sudah diterangkan dengan setegas-tegasnya dalam Putusan (Resolusi) 1514 (XV) dalam sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa PBB, pada tanggal 14 Desember, 1960, dengan nama: “Pernyataan Mengenai Kewajiban Pemberian Kemerdekaan Kepada Negeri-Negeri dan Bangsa-Bangsa terjajah”(Decleration surl’octroi de l’indépenden aux pays et peuple coloniaux).
Kedudukan hukum dari resolusi ini sudah diresmikan lagi oleh Mahkamah Internasional (International Court of Justice) dalam keputusannya tanggal 21 Juni 1971, yang mengatakan bahwa: “ Dasar hak penentuan nasib diri-sendiri untuk segala bangsa yang terjajah dan cara-cara untuk mengakhiri dengan secepatcepatnya segala macam bentuk penjajahan, sudah ditegaskan dalam Resolusi 1514 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB”.
(“Le principle d’autodétermination en tant que droit des peuples et son application en vue de mettre fin rapidement les situation coloniales sont enonceés dans la résolution 1514” – Court Internartional de Justice. Recueil, 1975. P. 31)
2. Artikel 5, dari Resolusi 1514 (XV) itu memerintahkan:
“Untuk menyerahkan segala kekuasaan kepada bangsa penduduk asli dari wilayahwilayah jajahan itu, dengan tidak bersyarat apa-apapun, menuruti kemauan dan kehendak mereka itu sendiri yang dinyatakan dengan bebas, dengan tiada memandang perbedaan bangsa, agama atau warna kulit mareka, supaya mareka dapat menikmati kemerdekaan dan kebebasan yang sempurna.”
(“Pour transférer tous pouvoirs aux peuples de ces territoires, sans aucune condition, ni réserve, conformément à leur voeux librement exprimés, sans aucune distinction de race, de croyance, ou de couleur afin de leur permettre de jouir d’une indépendence et d’une liberté complètes.”)
Hal ini tidak pernah dijalankan oleh penjajah Belanda di negeri-negeri kita: Acheh-Sumatra tidak dikembalikan kepada bangsa Acheh, Republik Maluku Selatan tidak dikembalikan kepada bangsa Maluku Selatan, Papua tidak dikembalikan kepada bangsa Papua, Kalimantan tidak tidak dikembalikan kepada Bangsa Kalimantan, Pasundan tidak dikembalikan kepada Bangsa Sunda, dan lain-lain sebagainya; semua negeri ini tidak diserahkan kembali kepada bangsa-bangsa penduduk aslinya masing-masing--sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Hukum Internasional dan sebagaimana yang sudah dijalankan di tempat-tempat lain di seluruh dunia--tetapi telah diserahkan bulat-bulat ketangan neo-kolonialisme Jawa dengan bertopengkan nama pura-pura “Indonesia” untuk mencoba menutup-nutupi kolonialisme Jawa.
3. Resolusi 2625 (XXV) Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB, pada tanggal 24 Oktober 1970, menguatkan lagi Keputusan keputusan terdahulu mengenai hak merdeka dan hak penentuan nasib diri-sendiri untuk bangsa-bangsa yang terjajah, dengan:
A. Mewajibkan segala negara untuk membantu mengakhiri semua penjajahan dan membantu PBB dalam urusan ini.
B. Melarang semua negara memakai kekerasan untuk menghalangi bangsa-bangsa yang terjajah untuk mencapai kemerdekaan dan menentukan nasib diri mereka sendiri.
C. Memberi hak kepada segala bangsa yang terjajah untuk melawan segala macam bentuk kekerasan yang dipergunakan untuk menghalang-halangi hak mereka untuk menentukan nasib diri-sendiri dan merdeka, serta hak mereka untuk mendapat bantuan dunia dalam perjuangan ini.
(“Tout Etat a le devoir de s’abtenir de recourir à toute mesure de coercition qui priverait les peuples mentionnés ci-dessus dans la formulation du présent principe de leur droit à disposer d’eux-mêmes, de leur liberté et de leur indépendence. Lorsqu’ils réagissent à une tellemesure de coercition dans l’exercise de luer droit à disposer d’eux-mêmes, ces peuples sont en droit de chercher et de recevoir un appui conforme aux buts et principes de la charte de Nations Unies.”)
4. Resolusi itu juga menentukan yang bahwa semua wilayah tanah jajahan, jadi Acheh-Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, Republik Maluku Selatan, Papua, Timor, Bali, Pasundan, Jawa, dls. - Semuanya mempunyai kedudukan hukum yang terpisah dari satu sama lainnya. Dan dari negara penjajahannya sendiri (Belanda/Portugis), dan juga mempunyai kedudukan yang terpisahkan dari tempat kedudukan pemerintah penjajahan itu sendiri, jadi walaupun Belanda “memusatkan” pemerintah kolonialnya di Jawa, perbedaan dan perpisahan status hukum, antara jawa dengan pulau-pulau “ seberang lautan” itu tetap kekal dan abadi, dan tetap dijamin kekalnya oleh Piagam PBB, selama bangsa-bangsa asli, penduduk wilayah-wilayah itu dan pulau-pulau itu belum mendapat kesempatan untuk menjalankan hak penentuan nasib diri-sendiri mereka menurut aturan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
(“Le territoire d’une colonie ou un autre territoire non autonome possède, en vertu de la Charte, un statut séparé et distinct de celui du territoire de l’Etat qui l’administre; ce statut séparé et distinct en vertu de la Charte existe aussi longtemps que le peuple de la colonie ou du territoire non autonome n’exerce pas son droit à disposer de lui-même conformément à la Charte des Nations-Unies et, plus particulièrement, à ses buts et principes.”)
Hukum Ini juga memberi kewajiban kepada negara-negara ketiga yang tidak langsung terlibat dalam penjajahan, untuk menjalankan tugas mereka sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membantu perjuangan kemerdekaan yang dipertanggungjawabkan atas mereka oleh Piagam PBB dan Resolusi-Resolusi yang bersangkutan dengan penghapusan penjajahan dan segala rupa bentuk jelmaannya.
5. Mahkamah Internasional dalam pemandangan Kehakimannya yang dikeluarkan pada tanggal 16 Oktober, 1975, telah menyatakan ada tiga jalan, yang menurut hukum, bagi negeri-negeri atau wilayah-wilayah yang masih terjajah untuk menjalankan hak penentuaan nasib diri-sendiri mereka, yaitu;
A. Menjadi sebuah negara merdeka dan berdaulat;
B. Dengan bebas memilih untuk berserikat dengan sesuatu negara lain yang sudah merdeka;
C. Dengan bebas memilih untuk memasukkan dirinya kedalam salah satu negara lain yang sudah merdeka;
(“Pour un territoire non autonome d’atteindre la pleine autonomie, il peut; a. devenir un Etat indépendence et souverain; b. s’associer librement à un Etat Indépendant; c. s’intégrer à un Etat indépendant.”)
Jajahan-jajahan Belanda di Asia Tenggara ini sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk dengan bebas memilih salah satu diantara jalan-jalan yang disebut diatas. Kita tidak pernah diberikan kesempatan untuk merdeka dan berdaulat sendiri – sebagaimana sepatutnya. Dan kita tidak pernah ada pula diadakan pemilihan bebas untuk masuk kebawah telapak kaki penjajahan Jawa. Apa yang terjadi kemudian ialah kita sudah diseret dengan paksa kedalam neokolonialis Indonesia Jawa.
Juga sesudah ternyata bahwa wilayah-wilayah jajahan Belanda seperti Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls, yang mempunyai status yang jelas dalam Hukum Internasional sebagai wilayahwilayah jajahan yang terpisah satu sama lainnya dan karena berpisah-pisahan itu dan yang nasibnya berlainan, maka harus ditentukan sendiri oleh masing-masing bangsa asli yang bersangkutan, sampai sekarang mereka belum merdeka sebab semua dengan serta merta dan dibawah paksaan senjata sudah dimasukkan kedalam penjajahan Jawa yang bertopengkan yang bernama “bangsa” pura-pura “Indonesia” . Bangsa-bangsa Acheh-Sumatera, Sulawesi, Republik Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Sunda, Bali, dsb, tidak pernah diberikan kesempatan untuk menjalankan hak penentuan nasib diri-sendiri untuk memilih antara merdeka kembali seperti dahulu kala seperti sejarah mereka sebelum Belanda datang, atau memang mau menjadi jajahan “Indonesia” Jawa. Pemilihan yang jujur untuk menentukan nasib diri-sendiri pada bangsa-bangsa ini tidak pernah diadakan sebagaimana yang sudah ditentukan oleh aturan-aturan Hukum Internasional.
Penyerahan kedaulatan atas Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls, oleh Belanda kepada “Indonesia” Jawa adalah tidak sah sama sekali menurut Hukum, sebab Belanda, sebagai bangsa penjajah, tidak mempunyai hak daulat atas tiap-tiap negeri yang dijajahnya. Kedaulatan atas tiap-tiap negeri dan wilayah-wilayah jajahan itu tetap berada ditangan bangsa asli penduduk negeri dari wilayah itu sendiri dan tidak dapat dipindah-pindahkan atau diserah-serahkan oleh siapapun atau kepada siapapun juga. Hak kedaulatan atas Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls, tetap dalam tangan bangsa-bangsa dan negeri-negeri itu sendiri – bukan ditangan bangsa Jawa!- dan tidak dapat diserahkan oleh Belanda kepada Jawa, karena Belanda sendiri tidak pernah memilikinya. Karena itu kekuasan Jawa sekarang di Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls, tidak mempunyai dasar hukumnya, tidak sah dan illegal.
Walaupun tentara Jawa dan boneka-bonekanya sekarang menduduki Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls, pendudukan tersebut tidak melegalkan penjajahan Jawa. Sah atau tidaknya pendudukan sesuatu wilayah oleh sesuatu tentara pendudukan tergantung pada bagaimana asal-usulnya pendudukan itu sendiri terjadi. Jelaslah sudah, pendudukan Jawa berasal dari pendudukan Belanda yang berasal dari perang konial atas kita. Kemudian oleh Belanda, negeri-negeri kita diserahkannya kepada Jawa. Jadi pendudukan Jawa sama tidak sahnya dan sama illegalnya sebagai pendudukan Belanda. Ex injuria jus non oritur. Hukum tidak bisa berasal dari perbuatan yang tidak berdasar hukum.
6. Perserikatan Bangsa-Bangsa sendiri sudah membuat sebuah Program untuk memerdekakan bangsa-bangsa yang terjajah sebagaimana yang terdapat dalam keputusan 2621 (XXV) tanggal 12 Oktober 1970, dimana penjajahan dinamakan sebagai satu “ kejahatan Internasional” dan “kepada bangsa-bangsa yang terjajah” – seperti kita bangsa-bangsa Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls. – “Diberikan hak mutlak untuk melawan sipenjajah mereka dengan segala cara yang diperlukan.”
(“Le droit inhérent des peulpes coloniaux à lutter par tous les moyens necessaires.”)
7. Dalam keputusan 3314 (XXIX), tanggal 14 Desember, 1974, Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa melarang semua negara menggunakan kekerasan terhadap bangsa-bangsa yang menuntut hak penentuan nasib diri-sendiri mereka.
Resolusi ini menegaskan:
“Kewajiban negara-negara supaya tidak mempergunakan senjata untuk menindas hak bangsa-bangsa yang sedang menentukan nasib diri-sendiri dan hak kemerdekaan serta kesatuan wilayah mareka itu.” (“Le devoir des Etats de ne utilizer les armes pour priver les l’indépendance ou pour violer l’intégriter mination, à la liberté et à l’indépendance ou pour violer l’intégrité territorial.”) Bandingkan ini dengan kekejaman oleh Jawa yang telah membunuh para pejuang-pejuang kemerdekaan di Acheh-Sumatra, Papua, Republik Maluku Selatan, Sulawesi, Timor Leste dan sebagainya.
8. Artikel 9 dari resolusi diatas berkata lagi: “ Tidak ada suatupun dalam ketentuan ini yang dapat mengurangi kemutlakan akan hak penentuan nasib diri-sendiri, dan hak kebebasan dan kemerdekaan daripada bangsa-bangsa yang hak mereka telah dirampok…..lebih-lebih bangsa-bangsa itu masih dibawah kekuasaan pemerintah kolonial yang rasis (seperti”Indonesia” Jawa) atau dibawah kekuasaan bangsa luar lainnya. Bangsa-bangsa yang masih terjajah ini mempunyai hak mutlak untuk berjuang melawan sipenjajahnya untuk mencapai kemerdekaan dan berhak mencari dan menerima bantuan dan sokongan untuk kemerdekan dan kebebasan mareka, maksud ini sesuai dengan dasar-dasar Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB).”
(“Rien dans la présente définition ne pour porter préjudice au droit à l’autodétermination, à la liberté et à l’indépendance des peuples privés de ce droit… particulièrement les peuples sous la domination des régimes coloniaux et rasistes et sous d’austres forms de domination étrangère, ni au droit de ces peuples de lutter à cette fin et de rechercher et de recevoir un appui à cette fin, en accord avec les principes.”)
9. Dan oleh Mahkamah Tetap Bangsa-Bangsa (Tribunal Permanent des Peuples), Roma, dalam Keputusannya, pada tanggal 11 November, 1979, sudah menyatakan yang bahwa pejuang-pejuang kemerdekaan yang berperang mengusir tentara-pendudukan asing dari bumi mereka (Seperti tentarapendudukan Jawa di Acheh-Sumatra, Papua, Republik Maluku Selatan, Sulawesi, Kalimantan, dls) mempunyai hak untuk dilindungi keselamatan mereka oleh Geneva Convention (Perjanjian Genewa) tahun 1949, yang diperbaharui lagi pada tahun 1977, nyakni jika pejuang-pejuang ini tertangkap atau tertawan, mereka harus diperlukan sebagai tawanan perang dari negara-negara berdaulat yang mempunyai perlindungan hukum, walaupun di medan perang, mereka tidak boleh dianiaya, hanya boleh ditanya nama dan pangkatnya saja.
10. DENGAN INI KITA SERUKAN kepada saudara-saudara kita Bangsa Sulawesi, Bangsa Maluku Selatan, Bangsa Kalimantan, Bangsa Sunda, Bangsa Bali, Bangsa Papua, dls, untuk segera bangun dari tidur dan berdiri menyatakan kemerdekaan dari penjajah Jawa yang sedang memeras bangsa dan kekayaan alam saudarasaudara. Mengikuti jejak bangsa Acheh-Sumatra, Bangsa Maluku Selatan, Bangsa Papua, Bangsa Timor Leste dan mengikuti semua bangsa-bangsa maju dan terhormat lainya di dunia yang sudah dan sedang berjuang untuk kemerdekaan mereka! Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Charter), Pernyataaan Umum Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) telah mengakui hak setiap bangsa untuk merdeka, dan hak setiap bangsa atas kekayaan alamnya, atas kehidupan ekonominya, kebudayaanya, dan keagamaannya.
Di tanah air kita, hak-hak ini semua sedang diperkosa oleh penjajah neo-kolonialis Jawa untuk kepentingan mereka. Dunia yang beradab dan sudah membuka pintu kemerdekaan selebar-lebarnya kepada kita: tinggal saudara-saudara sendirilah yang harus bangun dari tidur dan mengambil langkah keluar dari kegelapan penjara penjajahan Jawa yang rakus, serakah dan brutal. Melalui pintu terbuka ini kita sama-sama menuju ke alam kemerdekaan, kemakmuran dan kebebasan yang sejati, untuk kepentingan bangsa saudara masing-masing, dan supaya kita bisa duduk sama rendah, berdiri sama tinggi dengan segala bangsa-bangsa lain di dunia merdeka dalam abad ke-21 ini!
PENERANGAN NEGARA ACHEH-SUMATRA
1. Hukum Internasional tentang hak bangsa-bangsa yang terjajah untuk penentuan nasib mereka sendiri sudah diterangkan dengan setegas-tegasnya dalam Putusan (Resolusi) 1514 (XV) dalam sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa PBB, pada tanggal 14 Desember, 1960, dengan nama: “Pernyataan Mengenai Kewajiban Pemberian Kemerdekaan Kepada Negeri-Negeri dan Bangsa-Bangsa terjajah”(Decleration surl’octroi de l’indépenden aux pays et peuple coloniaux).
Kedudukan hukum dari resolusi ini sudah diresmikan lagi oleh Mahkamah Internasional (International Court of Justice) dalam keputusannya tanggal 21 Juni 1971, yang mengatakan bahwa: “ Dasar hak penentuan nasib diri-sendiri untuk segala bangsa yang terjajah dan cara-cara untuk mengakhiri dengan secepatcepatnya segala macam bentuk penjajahan, sudah ditegaskan dalam Resolusi 1514 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB”.
(“Le principle d’autodétermination en tant que droit des peuples et son application en vue de mettre fin rapidement les situation coloniales sont enonceés dans la résolution 1514” – Court Internartional de Justice. Recueil, 1975. P. 31)
2. Artikel 5, dari Resolusi 1514 (XV) itu memerintahkan:
“Untuk menyerahkan segala kekuasaan kepada bangsa penduduk asli dari wilayahwilayah jajahan itu, dengan tidak bersyarat apa-apapun, menuruti kemauan dan kehendak mereka itu sendiri yang dinyatakan dengan bebas, dengan tiada memandang perbedaan bangsa, agama atau warna kulit mareka, supaya mareka dapat menikmati kemerdekaan dan kebebasan yang sempurna.”
(“Pour transférer tous pouvoirs aux peuples de ces territoires, sans aucune condition, ni réserve, conformément à leur voeux librement exprimés, sans aucune distinction de race, de croyance, ou de couleur afin de leur permettre de jouir d’une indépendence et d’une liberté complètes.”)
Hal ini tidak pernah dijalankan oleh penjajah Belanda di negeri-negeri kita: Acheh-Sumatra tidak dikembalikan kepada bangsa Acheh, Republik Maluku Selatan tidak dikembalikan kepada bangsa Maluku Selatan, Papua tidak dikembalikan kepada bangsa Papua, Kalimantan tidak tidak dikembalikan kepada Bangsa Kalimantan, Pasundan tidak dikembalikan kepada Bangsa Sunda, dan lain-lain sebagainya; semua negeri ini tidak diserahkan kembali kepada bangsa-bangsa penduduk aslinya masing-masing--sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Hukum Internasional dan sebagaimana yang sudah dijalankan di tempat-tempat lain di seluruh dunia--tetapi telah diserahkan bulat-bulat ketangan neo-kolonialisme Jawa dengan bertopengkan nama pura-pura “Indonesia” untuk mencoba menutup-nutupi kolonialisme Jawa.
3. Resolusi 2625 (XXV) Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB, pada tanggal 24 Oktober 1970, menguatkan lagi Keputusan keputusan terdahulu mengenai hak merdeka dan hak penentuan nasib diri-sendiri untuk bangsa-bangsa yang terjajah, dengan:
A. Mewajibkan segala negara untuk membantu mengakhiri semua penjajahan dan membantu PBB dalam urusan ini.
B. Melarang semua negara memakai kekerasan untuk menghalangi bangsa-bangsa yang terjajah untuk mencapai kemerdekaan dan menentukan nasib diri mereka sendiri.
C. Memberi hak kepada segala bangsa yang terjajah untuk melawan segala macam bentuk kekerasan yang dipergunakan untuk menghalang-halangi hak mereka untuk menentukan nasib diri-sendiri dan merdeka, serta hak mereka untuk mendapat bantuan dunia dalam perjuangan ini.
(“Tout Etat a le devoir de s’abtenir de recourir à toute mesure de coercition qui priverait les peuples mentionnés ci-dessus dans la formulation du présent principe de leur droit à disposer d’eux-mêmes, de leur liberté et de leur indépendence. Lorsqu’ils réagissent à une tellemesure de coercition dans l’exercise de luer droit à disposer d’eux-mêmes, ces peuples sont en droit de chercher et de recevoir un appui conforme aux buts et principes de la charte de Nations Unies.”)
4. Resolusi itu juga menentukan yang bahwa semua wilayah tanah jajahan, jadi Acheh-Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, Republik Maluku Selatan, Papua, Timor, Bali, Pasundan, Jawa, dls. - Semuanya mempunyai kedudukan hukum yang terpisah dari satu sama lainnya. Dan dari negara penjajahannya sendiri (Belanda/Portugis), dan juga mempunyai kedudukan yang terpisahkan dari tempat kedudukan pemerintah penjajahan itu sendiri, jadi walaupun Belanda “memusatkan” pemerintah kolonialnya di Jawa, perbedaan dan perpisahan status hukum, antara jawa dengan pulau-pulau “ seberang lautan” itu tetap kekal dan abadi, dan tetap dijamin kekalnya oleh Piagam PBB, selama bangsa-bangsa asli, penduduk wilayah-wilayah itu dan pulau-pulau itu belum mendapat kesempatan untuk menjalankan hak penentuan nasib diri-sendiri mereka menurut aturan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
(“Le territoire d’une colonie ou un autre territoire non autonome possède, en vertu de la Charte, un statut séparé et distinct de celui du territoire de l’Etat qui l’administre; ce statut séparé et distinct en vertu de la Charte existe aussi longtemps que le peuple de la colonie ou du territoire non autonome n’exerce pas son droit à disposer de lui-même conformément à la Charte des Nations-Unies et, plus particulièrement, à ses buts et principes.”)
Hukum Ini juga memberi kewajiban kepada negara-negara ketiga yang tidak langsung terlibat dalam penjajahan, untuk menjalankan tugas mereka sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membantu perjuangan kemerdekaan yang dipertanggungjawabkan atas mereka oleh Piagam PBB dan Resolusi-Resolusi yang bersangkutan dengan penghapusan penjajahan dan segala rupa bentuk jelmaannya.
5. Mahkamah Internasional dalam pemandangan Kehakimannya yang dikeluarkan pada tanggal 16 Oktober, 1975, telah menyatakan ada tiga jalan, yang menurut hukum, bagi negeri-negeri atau wilayah-wilayah yang masih terjajah untuk menjalankan hak penentuaan nasib diri-sendiri mereka, yaitu;
A. Menjadi sebuah negara merdeka dan berdaulat;
B. Dengan bebas memilih untuk berserikat dengan sesuatu negara lain yang sudah merdeka;
C. Dengan bebas memilih untuk memasukkan dirinya kedalam salah satu negara lain yang sudah merdeka;
(“Pour un territoire non autonome d’atteindre la pleine autonomie, il peut; a. devenir un Etat indépendence et souverain; b. s’associer librement à un Etat Indépendant; c. s’intégrer à un Etat indépendant.”)
Jajahan-jajahan Belanda di Asia Tenggara ini sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk dengan bebas memilih salah satu diantara jalan-jalan yang disebut diatas. Kita tidak pernah diberikan kesempatan untuk merdeka dan berdaulat sendiri – sebagaimana sepatutnya. Dan kita tidak pernah ada pula diadakan pemilihan bebas untuk masuk kebawah telapak kaki penjajahan Jawa. Apa yang terjadi kemudian ialah kita sudah diseret dengan paksa kedalam neokolonialis Indonesia Jawa.
Juga sesudah ternyata bahwa wilayah-wilayah jajahan Belanda seperti Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls, yang mempunyai status yang jelas dalam Hukum Internasional sebagai wilayahwilayah jajahan yang terpisah satu sama lainnya dan karena berpisah-pisahan itu dan yang nasibnya berlainan, maka harus ditentukan sendiri oleh masing-masing bangsa asli yang bersangkutan, sampai sekarang mereka belum merdeka sebab semua dengan serta merta dan dibawah paksaan senjata sudah dimasukkan kedalam penjajahan Jawa yang bertopengkan yang bernama “bangsa” pura-pura “Indonesia” . Bangsa-bangsa Acheh-Sumatera, Sulawesi, Republik Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Sunda, Bali, dsb, tidak pernah diberikan kesempatan untuk menjalankan hak penentuan nasib diri-sendiri untuk memilih antara merdeka kembali seperti dahulu kala seperti sejarah mereka sebelum Belanda datang, atau memang mau menjadi jajahan “Indonesia” Jawa. Pemilihan yang jujur untuk menentukan nasib diri-sendiri pada bangsa-bangsa ini tidak pernah diadakan sebagaimana yang sudah ditentukan oleh aturan-aturan Hukum Internasional.
Penyerahan kedaulatan atas Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls, oleh Belanda kepada “Indonesia” Jawa adalah tidak sah sama sekali menurut Hukum, sebab Belanda, sebagai bangsa penjajah, tidak mempunyai hak daulat atas tiap-tiap negeri yang dijajahnya. Kedaulatan atas tiap-tiap negeri dan wilayah-wilayah jajahan itu tetap berada ditangan bangsa asli penduduk negeri dari wilayah itu sendiri dan tidak dapat dipindah-pindahkan atau diserah-serahkan oleh siapapun atau kepada siapapun juga. Hak kedaulatan atas Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls, tetap dalam tangan bangsa-bangsa dan negeri-negeri itu sendiri – bukan ditangan bangsa Jawa!- dan tidak dapat diserahkan oleh Belanda kepada Jawa, karena Belanda sendiri tidak pernah memilikinya. Karena itu kekuasan Jawa sekarang di Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls, tidak mempunyai dasar hukumnya, tidak sah dan illegal.
Walaupun tentara Jawa dan boneka-bonekanya sekarang menduduki Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls, pendudukan tersebut tidak melegalkan penjajahan Jawa. Sah atau tidaknya pendudukan sesuatu wilayah oleh sesuatu tentara pendudukan tergantung pada bagaimana asal-usulnya pendudukan itu sendiri terjadi. Jelaslah sudah, pendudukan Jawa berasal dari pendudukan Belanda yang berasal dari perang konial atas kita. Kemudian oleh Belanda, negeri-negeri kita diserahkannya kepada Jawa. Jadi pendudukan Jawa sama tidak sahnya dan sama illegalnya sebagai pendudukan Belanda. Ex injuria jus non oritur. Hukum tidak bisa berasal dari perbuatan yang tidak berdasar hukum.
6. Perserikatan Bangsa-Bangsa sendiri sudah membuat sebuah Program untuk memerdekakan bangsa-bangsa yang terjajah sebagaimana yang terdapat dalam keputusan 2621 (XXV) tanggal 12 Oktober 1970, dimana penjajahan dinamakan sebagai satu “ kejahatan Internasional” dan “kepada bangsa-bangsa yang terjajah” – seperti kita bangsa-bangsa Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls. – “Diberikan hak mutlak untuk melawan sipenjajah mereka dengan segala cara yang diperlukan.”
(“Le droit inhérent des peulpes coloniaux à lutter par tous les moyens necessaires.”)
7. Dalam keputusan 3314 (XXIX), tanggal 14 Desember, 1974, Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa melarang semua negara menggunakan kekerasan terhadap bangsa-bangsa yang menuntut hak penentuan nasib diri-sendiri mereka.
Resolusi ini menegaskan:
“Kewajiban negara-negara supaya tidak mempergunakan senjata untuk menindas hak bangsa-bangsa yang sedang menentukan nasib diri-sendiri dan hak kemerdekaan serta kesatuan wilayah mareka itu.” (“Le devoir des Etats de ne utilizer les armes pour priver les l’indépendance ou pour violer l’intégriter mination, à la liberté et à l’indépendance ou pour violer l’intégrité territorial.”) Bandingkan ini dengan kekejaman oleh Jawa yang telah membunuh para pejuang-pejuang kemerdekaan di Acheh-Sumatra, Papua, Republik Maluku Selatan, Sulawesi, Timor Leste dan sebagainya.
8. Artikel 9 dari resolusi diatas berkata lagi: “ Tidak ada suatupun dalam ketentuan ini yang dapat mengurangi kemutlakan akan hak penentuan nasib diri-sendiri, dan hak kebebasan dan kemerdekaan daripada bangsa-bangsa yang hak mereka telah dirampok…..lebih-lebih bangsa-bangsa itu masih dibawah kekuasaan pemerintah kolonial yang rasis (seperti”Indonesia” Jawa) atau dibawah kekuasaan bangsa luar lainnya. Bangsa-bangsa yang masih terjajah ini mempunyai hak mutlak untuk berjuang melawan sipenjajahnya untuk mencapai kemerdekaan dan berhak mencari dan menerima bantuan dan sokongan untuk kemerdekan dan kebebasan mareka, maksud ini sesuai dengan dasar-dasar Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB).”
(“Rien dans la présente définition ne pour porter préjudice au droit à l’autodétermination, à la liberté et à l’indépendance des peuples privés de ce droit… particulièrement les peuples sous la domination des régimes coloniaux et rasistes et sous d’austres forms de domination étrangère, ni au droit de ces peuples de lutter à cette fin et de rechercher et de recevoir un appui à cette fin, en accord avec les principes.”)
9. Dan oleh Mahkamah Tetap Bangsa-Bangsa (Tribunal Permanent des Peuples), Roma, dalam Keputusannya, pada tanggal 11 November, 1979, sudah menyatakan yang bahwa pejuang-pejuang kemerdekaan yang berperang mengusir tentara-pendudukan asing dari bumi mereka (Seperti tentarapendudukan Jawa di Acheh-Sumatra, Papua, Republik Maluku Selatan, Sulawesi, Kalimantan, dls) mempunyai hak untuk dilindungi keselamatan mereka oleh Geneva Convention (Perjanjian Genewa) tahun 1949, yang diperbaharui lagi pada tahun 1977, nyakni jika pejuang-pejuang ini tertangkap atau tertawan, mereka harus diperlukan sebagai tawanan perang dari negara-negara berdaulat yang mempunyai perlindungan hukum, walaupun di medan perang, mereka tidak boleh dianiaya, hanya boleh ditanya nama dan pangkatnya saja.
10. DENGAN INI KITA SERUKAN kepada saudara-saudara kita Bangsa Sulawesi, Bangsa Maluku Selatan, Bangsa Kalimantan, Bangsa Sunda, Bangsa Bali, Bangsa Papua, dls, untuk segera bangun dari tidur dan berdiri menyatakan kemerdekaan dari penjajah Jawa yang sedang memeras bangsa dan kekayaan alam saudarasaudara. Mengikuti jejak bangsa Acheh-Sumatra, Bangsa Maluku Selatan, Bangsa Papua, Bangsa Timor Leste dan mengikuti semua bangsa-bangsa maju dan terhormat lainya di dunia yang sudah dan sedang berjuang untuk kemerdekaan mereka! Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Charter), Pernyataaan Umum Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) telah mengakui hak setiap bangsa untuk merdeka, dan hak setiap bangsa atas kekayaan alamnya, atas kehidupan ekonominya, kebudayaanya, dan keagamaannya.
Di tanah air kita, hak-hak ini semua sedang diperkosa oleh penjajah neo-kolonialis Jawa untuk kepentingan mereka. Dunia yang beradab dan sudah membuka pintu kemerdekaan selebar-lebarnya kepada kita: tinggal saudara-saudara sendirilah yang harus bangun dari tidur dan mengambil langkah keluar dari kegelapan penjara penjajahan Jawa yang rakus, serakah dan brutal. Melalui pintu terbuka ini kita sama-sama menuju ke alam kemerdekaan, kemakmuran dan kebebasan yang sejati, untuk kepentingan bangsa saudara masing-masing, dan supaya kita bisa duduk sama rendah, berdiri sama tinggi dengan segala bangsa-bangsa lain di dunia merdeka dalam abad ke-21 ini!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar